RADAR JOGJA – Fenomena mindring masif di lingkungan pedesaan. Mindring atau membeli barang alat rumah tangga dengan sistem kredit ini, menjadi pilihan alternatif lantaran jauh dari pasar. Selain itu, dinilai murah, karena angsuran ringan.
Pakar ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Ahmad Ma’ruf menilai, mindring banyak diminati warga pedesaan yang memiliki penghasilan rendah. Misalnya saja sekadar memiliki alat masak. Bila membeli tunai, tentu memberatkan. Apalagi bila penghasilannya tidak tetap.

Dengan angsuran kecil, maka masyarakat tetap bisa membayar, meski jika ditotal harganya tak wajar. Bisa dua kali lipat karena biaya operasionalnya tinggi. “Katakanlah harga barang Rp 10 ribu, kalau dengan mindring bisa Rp 20 ribu. Ngangsurnya setiap hari Rp 1.000,” sebutnya (10/12).

Biasanya, konsumen memilih membeli barang sistem mindring, karena enggan berbelanja di tempat jauh. Misalnya di wilayah pegunungan, jarak rumah dengan pasar jauh. Nah, mindring ini lebih pada pembelian barang yang sebenarnya tidak terlalu mahal.

Cicilan pun dapat dilakukan seminggu sekali atau dua kali. Dan lunas dalam jangka waktu tak terlalu lama. Konsumennya tak sembarangan. Sasarannya ibu rumah tangga yang tinggal menetap di desa. Pelaku mindring biasanya mengamati lebih dulu. Memastikan konsumen tak kabur saat mengambil cicilan.

Pelaku mindring biasanya memiliki kecerdasan khusus dalam sistem promosi. Dia menerapkan metode membandingkan mempengaruhi masyarakat agar mau membeli produk dengan mindring tadi. Sasarananya tak hanya individu, tetapi cenderung kelompok, sehingga memudahkan dia memanfaatkan situasi psikologi.

“Misalnya satu orang dari kelompok PKK atau arisan sudah membeli barang. Nah pelaku mindring ini ngojok-ngojoki agar ikut-ikutan membeli,” cerita dia.
Mindring bukan sekadar kredit. Tetapi menghidupkan sosial masyarakat. Lantaran lewat mindring ini ibu-ibu berkumpul. Saling bersosialisasi, bertukar pikiran, dengan berbagai obrolan. “Ibu-ibu jadi sering kumpul. Menambah keakraban dan suasana menjadi cair,” ujarnya sembari tertawa.

Sistem mindring dewasa ini masih ada. Hanya saja istilah bahasanya dan kriteria barangnya juga berbeda. Mindring umumnya untuk sebutan barang dengan harga murah. Saat ini kredit cenderung barang-barang mewah dan ada juga kredit digital, bahkan kredit uang.

Seperti kredit kendaraan, rumah, emas, HP dan alat elektronik lainnya uang nilainya fantastis. Tentunya sistem ini memiliki konsekuensi. Bagi yang molor atau mengalami tunggakan cicilan, biaya yang dibebankan semakin mahal.
Hanya saja sistem mindring belum memiliki payung hukum. Pemerintah seharusnya memberikan edukasi terkait literasi keuangan digital. “Agar masyarakat paham. Bagaimana membeli barang dengan harga yang wajar,” bebernya. (mel/laz)

Weekend