
MULTITALENTA : Citra Pratiwi terus berkarya di berbagai bidang seni. Pandangannya terhadap seni berdasarkan pengakamannya belajar dari seniman Jogjakarta Butet Kartaredjasa dan Djaduk Ferianto.(Citra Pratiwi: Exdams for Radar Jogja)
RADAR JOGJA – Citra Pratiwi dikenal sebagai seniman multidisiplin. Ia kerap mengerjakan karya seni rupa yang sudah dipamerkan di berbagai galeri seni maupun pameran prestisius yang lain. Namun, Citra juga dikenal sebagai seniman teater yang jempolan.
Saat ini, wanita berkacamata ini masih tergabung dengan salah satu kelompok teater kenamaan Jogjakarta, Teater Gandrik. Bakat seninya menurun dari sang ayah yang berkarir sebagai musisi. Sang ayah pula yang mengenalkan Citra dengan berbagai pertunjukan teater dan musik.
Citra sendiri mulai tinggal di Jogjakarta sejak memulai kuliah di Institut Seni Indonesia (ISI) Jogjakarta. Di Jogja itulah ia kemudian mengenal banyak seniman hebat lain. Salah satunya ketika bergabung dengan Teater Gandrik. Di sana ia mengenal dua kakak beradik yang sudah tidak bisa diragukan kemampuannya di bidang seni. Yakni Butet Kartaredjasa dan Djaduk Ferianto.
Dari kedua sosok itu, Citra belajar banyak hal. Salah satunya adalah soal seni tak harus dibatasi. “Mas Djaduk itu kan sekolahnya seni rupa ya, tapi dia bisa menari dan dikenal seorang musisi,” kata Citra.

Dari keduanya, Citra juga belajar bagaimana seni itu adalah soal praktik. Bukan hanya soal teori-teori atau kurikulum yang ada di kampus. “Mungkin seninman zaman dulu memang begitu ya cara belajarnya,” lanjut Citra.
Lebih lanjut, Citra berbicara mengenai seniman di masa kini. Termasuk soal bagaimana masyarakat saat ini dalam memberikan apresiasi terhadap karya seni.
Citra mengaku dirinya merasa sangat senang jika karya seninya bisa menembus batasan usia masyarakat. Terutama bisa dinikmati oleh generasi yang lebih muda. “Saya malah senang sekali kalau ada yang befoto di depan karya saya,” katanya.
Sebagai seniman, Citra sendiri adalah sosok yang sangat berprestasi. Ia adalah peraih Empowering Women Artist dan Hibah Inovatif (2017) dari Yayasan Kelola, peraih sutradara terbaik di Festival Teater Jogjakarta 2014.
Karyanya telah banyak dipanggung dan dipamerkan seperti pada 3rd Fukuoka Trienalle (2005), Fukuoka, Asian Art Museum, Museum de Oriente, Lisbon (Pointe to Point Asian Europe Dance Forum 2009), Lisbon, Exist-Ence Performance Art Festival (2010), Judy Wright Art Centre Brisbane , Festival Salihara #1 (2008) Jakarta , Asian Youth Imagination #2 (2009, Jogja Gallery), Dancing in a Space – Damansara Festival – 2017, Damansara Art Centre, Kuala Lumpur, Rimbun Dahan, Malaysia, Festival Nuit Des Idees 2019, dan berbagai ajang lainnya. (kur/bah)