RADAR JOGJA – Dian Marfuah didapuk menjadi Dukuh Mraen, Kalurahan Sendangadi, Mlati, Sleman. Dia sendiri tak menyangka. Awalnya iseng coba-coba, justru ia meraih poin tertinggi dari lima kandidat lainnya. Seperti apa kisahnya?
Meitika Candra Lantiva, Sleman, Radar Jogja
Sudah setahun perempuan 30 tahun itu menjabat sebagai Dukuh Mraen. Tepatnya 15 Maret lalu. Jadi dukuh atas kemauannya sendiri.
Sebelumnya, Dian terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Sempat menganggur dua tahun selama pandemi Covid-19. Bebarengan dengan itu ada posisi dukuh kosong di wilayahnya. Sebab, dukuh sebelumnya, Sugengno maju dalam pemilihan lurah (Pilur) 2020 dan menjadi lurah terpilih di Sendangadi.
Waktu itu, Dian belum mengerti kalau ada lowongan dukuh kosong. Ia mengetahuinya dari sang bapak. “Bapak saya bilang gini. Nok, ada posisi dukuh kosong, bapak cuman kasih tahu kalau kamu berminat,” ungkap Dian menirukan ayahnya, saat ditemui Radar Jogja di Kantor Kalurahan Sendagadi, Rabu (17/3).
Saat itu, Dian berpikir keras sembari berdoa dan meyakinkan. Sebab dia sempat ragu, apakah bisa menjadi dukuh perempuan. Sedangkan kapasitas, kebanyakan posisi dukuh ditempati laki-laki. “Saya mikir-mikir minta petunjuk Allah, terus saya bilang ke bapak saya, pak, saya mau daftar. Itu tanpa paksaan dari orangtua,” terang Dian.
Awal Januari 2022 pendaftaran dukuh dibuka. Dia mulai memasukkan berkas, pada Februari dan langsung tes oleh tim khusus dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka). Setelah tes, pada awal Maret diumumkan, Dian lolos dengan skor tertinggi 82,17 dari total enam calon.
Tes yang diujikan tentang undang-undang desa, tugas pokok dan fungsi dukuh. Ada juga wawasan kebangsaan dan praktek pidato bahasa jawa yang dipilihkan panitia. “Ada yang dapat pambagya manten, saya waktu itu kedapatan pambagyo atur lelayu di layatan atau takziah,” ingatnya. Tidak ada kisi-kisi yang diberikan. Dian mengaku, belajar mandiri dari internet. “Tips-tips daftar perangkat desa. Alhamduliah keluar semua saat tes,” ungkapnya penuh syukur.
Tak menyangka bisa lolos, tangisan haru dan bahagia terpampang di wajahnya. Yang semula sempat pesimis, kini menjadi semangat baru untuk bangkit. Yang biasanya hanya menangani customer, sekarang menjadi pelayan masyarakat. Kalau ada apa-apa dimintai tolong warga harus siap sedia, butuh effort tinggi, berjaga 24 jam. “Dan saya Insyallah siap,” tegasnya.
Menjabat dukuh di usia mudanya, 30 tahun, Dian terus belajar, minta wejangan dengan dukuh senior. Apa yang harus dilakukan dan dipersiapkan, tips menghadapi kesulitan yang temui ketika melakukan pelayanan warga di padukuhan. “Kesulitan di lapangan pasti ada, bagaimana menyikapinya kalau ada warga yang laporan dan berkeluh, saya mendengarkan dahulu, baru memberi pengarahan,” kata perempuan lulusan Sastra Arab, Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.
Sebagai dukuh, hal yang dia tekankan menjalankan tanggungjawabnya sebaik mungkin. Selain itu juga diniatkan untuk ibadah. Bekerja dan pengabdian masyarakat. Jangan sampai terkecoh dengan uang. “Saya berupaya sebaik mungkin menjalankan tugas dan kewajiban saya,” katanya.
Dengan dukungan dan respon positif dari warganya, ke depan menjadi tantangan tersendiri. Diusianya yang muda, untuk lebih banyak melakukan inovasi ke depan. Menurutnya, peran perempuan tidak hanya di belakang layar saja. Tetapi harus siap terjun bisa setara melakukan pekerjaan yang sama denga laki-laki perannya.
Sementara itu mengenai kewilayahannya, dia menyebut, ada dua Rukun Warga dan tujuh Rukun Tertangga di Padukuhan Mraen. “Padukuhan Mraen terhalang ring road dan sungai. Wilayahnya menjadi terpisah-pisah. Nah, ini menjadi tantangan tersendiri memahami karakter warga yang berbeda-beda,” tandasnya. (mel/bah)