
SAKRAL : Para abdi dalem Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat dipimpin Juru Kunci Gunung Merapi Mas Wedana Suraksa Hargo Asihono melaksanakan upacara Labuhan Merapi dengan berjalan kaki menuju Petilasan Srimanganti, Rabu pagi (22/2). (DWI AGUS/RADAR JOGJA)
RADAR JOGJA – Ratusan warga berduyun-duyun mengikuti prosesi Labuhan Merapi, Rabu pagi (22/2). Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, kali ini berlangsung secara terbuka. Wejangan inipula yang dititahkan Raja Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan Hamengku Bawono ka 10 bahwa masyarakat sudah bisa mengikuti prosesi labuhan.
Juru Kunci Gunung Merapi Mas Wedana Suraksa Hargo Asihono menuturkan labuhan ini dalam rangka peringatan Sri Sultan Hamengku Bawono ka 10 naik tahta. Merupakan prosesi rutin setiap tahunnya di Gunung Merapi. Selain itu juga berlangsung di Gunung Lawu dan Pantai Parangkusumo.
“Pesan ngarso dalem (HB ka 10) khususnya pada tahun ini karena sudah dikatakan sudah bebas pandemi mungkin yang ikut untuk labuhan itu lebih banyak daripada tahun kemarin. Diizinkan oleh ngarso dalem diberi waktu mengikuti dan memeriahkan acara hajad dalem dari Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat,” jelasnya ditemui di Petilasan Juru Kunci Merapi, Rabu (22/2).
Mas Asih, sapaannya, juga menjelaskan secara umum Labuhan Merapi bermakna mohon perlindungan kepada sang kuasa. Sehingga ada prosesi pemanjatan doa setibanya di Petilasan Srimanganti.
Adapula bermakna membuang sial atau keburukan. Ditandai dengan melarung sejumlah ubo rampe pemberian Sri Sultan Hamengku Bawono ka 10.
Ubo rampe yang dibawa diantaranya sinjang cangkring, sinjang kawung kemplang, ada semekan gadhung. Adapa semekan gadhung Mlati, terung wuluk, kampuh paleng, destar daramuluk, destar udaraga dan arta tindhih.
“Makna dari labuhan Merapi yaitu kita memohon kepada Tuhan yang Maha Esa kepada Allah supaya kita selalu diberi keamanan atau dijauhkan dari segala bala,” katanya.
Untuk prosesi labuhan tidak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Ini karena tahun ini adalah labuhan kecil. Prosesi berbeda saat penyelenggaraan untuk labuhan tahun dal atau labuhan besar.
“Sama dari tahun kemarin, kecuali tahun dal atau labuhan besar atau labuhan gede itu beda. Ini labuhan kecil,” ujarnya.
Melihat antusiasme warga, Mas Asih mengaku senang. Ini karena minat untuk melestarikan tradisi terus ada. Terlebih yang mengikuti tidak hanya warga dari sekitar lereng Gunung Merapi.
Prosesi sendiri diawali dari diterimanya ubo rampe di Kantor Kapanewon Cangkringan pada Selasa (21/2). Selanjutnya diinapkan di petilasan Juru Kunci Gunung Merapi. Berlanjut dengan pemutaran wayang kulit semalam suntuk.
Pada pagi harinya, para abdi dalem Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat berkumpul di petilasan Juru Kunci Merapi. Setelahnya berjalan kaki menuju Petilasan Srimanganti. Disanalah prosesi Labuhan Merapi berlangsung.
“Sekarang yang ikut labuhan tidak dibatasi. Walau tidak dibatasi tetap menjaga kewaspadaan karena Merapi dalam kondisi masih siaga 3 dan perlu meningkatkan kewaspadaan,” katanya. (Dwi)