
BIAR SUBUR: Seorang petani di wilayah Pakem, Sleman sedang memupuk padinya beberapa waktu lalu. Untuk memperkuat ketahanan pangan lokal, DP3 Sleman sedang mengembangkan sorgum di wilayah Prambanan.(MEITIKA CANDRA LANTIVA/RADAR JOGJA )
RADAR JOGJA – Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan (DP3) Sleman berupaya memperkuat ketahanan pangan lokal. Dengan mengembangkan sorgum minimal 50 hektare (Ha) di tanah marjinal.
Kepala DP3 Sleman Suparmono menjelaskan, rencananya, sorgum akan ditanam di wilayah perbukitan Prambanan. Program ini, masih dalam pengajuan ke Kementrian Pertanian untuk diversifikasi pangan. Yakni, suatu usaha mengajak masyarakat memberikan variasi terhadap makanan pokok yang dikonsumsi. “Agar tidak terfokus pada satu jenis saja,” ungkapnya beberapa waktu lalu.
Dijelaskan, sorgum merupakan tanaman serbaguna yang dapat digunakan sebagai sumber pangan, pakan ternak, dan bahan baku industri. Umumnya, sorgum adalah makanan pokok Asia Selatan dan wilayah Afrika. Sebab sorgum kaya akan kandungan serat.
Selain Sorgum, penanaman kedelai lokal juga akan ditambah tahun ini. Jika 2022 luasan tanam hanya 50 Ha, tahun ini diperluas menjadi 250 Ha. Kemudian jagung sebanyak 4.738 Ha, kacang tanah 3.161 Ha, ubi kayu 436 Ha, dan ubi jalar sebanyak 77 Ha. Tentu ada penambahan target di setiap komoditasnya. “Kedelai yang ditanam, kedelai lokal yang biasa untuk tahu tempe,” ujarnya.
Nantinya, program tanam kedelai ini yang biasanya ada di Kalurahan Sumberharjo, Prambanan akan diperluas di wilayah Godean, Gamping, dan Seyegan. Bekerja sama dengan kelompok tani (klomtan) maupun gabungan kelompok tani (gapoktan) untuk pengembanagannya. “Jagung pengennya lebih luas. Kami dorong. Karena kan selama ini kebanyakan (Jagung, Red) impor,” kata mantan Kepala Dinas Pariwisata Sleman ini.
Untuk beras, Suparmono menyebut, produksinya tidak diragukan lagi. Sebab Sleman jadi lumbung padinya DIJ. Tiap tahunnya, produktivitas padi surplus di atas 70 ribu ton. Namun, sejauh ini belum didapati beras asal Sleman diekspor langsung oleh klomtan lokal.
Adapun program sumur ladang akan digaungkan kurang lebih 30 buah. Dengan prioritas sasaran lahan yang jauh dari saluran irigasi. Juga saluran irigasi dekat dengan Van Der Wijk dan Selokan Mataram. Hal ini dilakukan karena lahan di kawasan tersebut sering terdampak akibat renovasi dua saluran irigasi tersebut. “Informasinya Van Der Wijk dan Selokan Mataram irigasinya dibaiki rutin. Perbaikan dan pemeliharaan ini dibuthkan waktu kurang lebih bisa 2-3 bulan. Sehingga keberadaan sumur tersebut dapat dimanfaatkan untuk pengairan lahan,” jabarnya.
Sehingga untuk memaksimalkan pengairan selama perbaikan, petani dapat memanfaatkan sumur tanah tersebut.
Penguatan pangan menjadi penting untuk mengantisipasi ancaman di tengah isu krisis pangan dan perubahan iklim global. Kendati begitu, Dekan Fakultas Pertanian Jaka Widada menilai, pembuatan sumur dan penyedotan air tanah yang semakin masif disebut berbahaya. Dalam jangka panjang, bisa menyebabkan tanah kering dan dampak yang ditimbulkan terhadap ketahanan pangan lebih besar. “Petani belum menyadari betul hal ini. Tapi dari segi ilmu pengetahuan kondisi ini sangat mengkhawatirkan,” ungkap Jaka. (mel/eno)