
TAK EFEKTIF : Kebijakan Kementerian Perdagangan melalui operasi pasar minyak goreng tak berdampak siginfikan. Saat ini stok minya goreng di pasaran justru langka. (ANNISA KARIN/RADAR JOGJA)
RADAR JOGJA – Kebijakan Kementerian Perdagangan melalui operasi pasar minyak goreng tak berdampak siginfikan. Satu harga Rp. 14 Ribu tak membuat harga pasaran minyak goreng turun. Sebaliknya stok minyak goreng subsidi di pasaran justru tetap langka.
Kondisi ini ditemui di Pasar Sleman. Para pedagang masih menjual minyak goreng diatas harga eceran tertinggi (HET). Temuan Radar Jogja, para pedagang masih menjual dengan harag Rp. 17 ribu/liter. Sementara kemasan dua liter dijual dengan harga Rp 33 ribu.
“Seminggu hanya dijatah satu sampai dua dus dari sales, isinya 12 pack untuk ukuran satu liter dan 6 pack untuk ukuran dua liter. Dijatah dan bayarnya harus cash. Kadang sudah order tapi barangnya tidak ada,” jelas salah satu pedagang Pasar Sleman Aris ditemui di lapaknya, Selasa (15/2).
Aris tak menampik stok minyak goreng di Pasar Sleman langka. Kondisi ini justru terjadi pasca gencarnya bantuan minyak goreng subsidi pemerintah. Sehingga kurva antara permintaan dan ketersediaan tak seimbang.
Tentang adanya HET Rp. 14 ribu, Aris mengaku keberatan. Menurutnya dengan harga Rp. 17 ribu/liter hanya mendapat keuntungan Rp. 2 ribu. Apabila mengacu pada HET maka dia tak bisa meraih keuntungan yang ideal.
“Tidak bisa kalau jual Rp 14 ribu. Ini saja hanya ambil untung Rp 2 ribu. Kalau dikali 6 pack hanya untung 12 ribu. Itupun stoknya datangnya lama, bisa satu minggu lebih,” kata Aris.
Dia justru berharap harga kembali saat sebelum operasi pasar. Dengan catatan ketersediaan minyak goreng aman. Sehingga dia bisa memenuhi permintaan dari pembeli.
“Inginnya harga minyak goreng bisa stabil dan tak terjadi kelangkaan stok. Tapi kalau kondisi seperti ini, mahal pun tidak apa-apa, asal stabil dan barangnya ada,” ujar Aris. (isa/dwi)