RADAR JOGJA – DIJ belum lepas dari krisis oksigen. Buktinya, antrean di agen-agen oksigen masih terjadi. Stok ketersediaan oksigen di agen, terus menipis. Sementara jumlah peminatnya banyak.

Seperti halnya di agen oksigen 24 jam, Padukuhan Kersan, Tirtomartani, Kalasan, Sleman, Minggu (25/7). Ratusan tabung oksigen kosong menumpuk berhari-hari.

Petugas agen tersebut, Joni mengatakan, permintaan oksigen ulang terus bertambah. Permintaan oksigen tinggi sejak 28 hari terakhir. Bahkan, semakin melonjak dua pekan terakhir.

Dulu, sebelum korona semakin menggila karena varian virus baru, permintaan oksigen hanya belasan dalam sehari. Tetapi pada akhir Juni permintaannya naik signifikan. Mulai dari puluhan, bahkan dua pekan belakangan naik di atas 300 tabung. Dengan permintaan ukuran tabung beragam. Mulai dari kapasitas satu sampai enam meter kubik. “Awalnya 10-15 tabung saja untuk pelayanan kesehatan. Tapi saat ini bisa sampai 300-an per hari,” ungkap Joni, ditemui Radar Jogja di lokasi, kemarin (25/7).

Mengingat permintaan untuk kesehatan tinggi maka, pelayanan oksigen terbatas. Maksimal hanya satu meter kubik. Untuk tabung di atas dua meter kubik tidak diperkenankan dan harus mengganti ukuran tabung sebagaimana disebutkan. Selain itu pihaknya juga telah menyetop pelayanan oksigen untuk kepentingan industri.

Karena pasokan dari pemasok kadang kala mengalami penurunan hingga 10 persen. Dan kebutuhan di wilayah lain juga tinggi, sehingga berpengaruh pada kenaikan harga.

Harga oksigen umumnya Rp 30 ribu – Rp 50 ribu per meter kubik. Tetapi karena stoknya yang menipis inilah menyebabkan harganya naik. Seperti halnya oksigen yang dia jual. Untuk tabung ukuran satu meter kubing dibanderol dengan harga Rp 50 ribu. Dengan keuntungan 2,5 persen per tabung. Atau Rp 2.500 per meter kubik.”Per harinya dilayani maksimal 100 tabung ukuran satu meter kubik,” bebernya.

Joni mengaku kewalahan terhadap permintaan pasien Covid-19 yang didominasi warga menjalani isolasi mandiri di rumah. Peminatnya tak hanya dari warga Jogjakarta. Melainkan, Klaten, Magelang, Salatiga dan Purworejo.

Dengan perbandingan 75 persen warga lokal DIJ, sisanya di luar DIJ tersebut.”Kalau ngambilnya dari PT Langgeng di Kartasura,” katanya.
Minimnya ketersediaan oksigen ini DPRD Sleman mendorong agar Pemkab Sleman maupun Pemprov DIJ untuk segera membuat oksigen sendiri. Bukan lagi sebagai konsumen dari kota lain. Melainkan menjadi produsen.

Sebagaimana yang dilakukan di kota lain. Kendal dan Tegal misalnya. Sehingga dengan demikian suplay oksigen dapat dilakukan. Begitu juga tingkat fatalitas akibat kekurangan oksigen dapat diminimalkan. “Kami dorong terus Sleman maupun DIJ bisa memproduksi oksigen sendiri meski mengeluarkan biaya besar. Demi kepentingan urgant, sesulit apapun ya harus diupayakan,” ujar Anggota DPRD Sleman Ani Martanti. (mel/pra)

Sleman