RADAR JOGJA- Bareskrim dan Divisi Propam Mabes Polri mengambil alih penyidikan kasus Aipda Fajar Indriawan. Seluruh berkas pemeriksaan kasus unggahan kalimat negatif tentang peristiwa KRI Nanggala-402 ini dilimpahkan ke Mabes Polri. Termasuk keterangan para saksi dan bukti pelanggaran pidana dan kode etik.

Kabid Humas Polda DIJ Kombes Pol Yuliyanto menuturkan pelimpahan kasus merupakan wewenang Mabes Polri. Sosok Aipda Fajar sendiri akan dijemput dan dibawa ke Mabes Polri. Untuk kemudian menjalani penyidikan secara intens atas perbuatannya.

“Rencana hari ini Aipda FI dibawa ke Mabes Polri ditangani oleh Divisi Propam Mabes Polri dan Bareskrim Polri. Berkas dan segala macam akan diserahkan ke penyidik Mabes Polri baik Bareskrim maupun Propam Mabes,” jelasnya ditemui di Mapolda DIJ, Selasa (27/4).

Polda DIJ, lanjutnya, telah melakukan penyidikan awal. Berupa pemeriksaan total 10 saksi. Detailnya 3 saksi diperiksa oleh Ditreskrimsus dan 7 saksi oleh Bidang Propam Polda DIJ.

“Ditreskrimsus sudah periksa 3 orang. Kalau Propam sampai tadi malam sudah periksa 7 orang. Saksinya ada dari anggota maupun masyarakat,” katanya.

Aipda Fajar terancam dengan sanksi hukum. Pertama adalah sanksi pelanggaran kode etik Polri. Lalu untuk sanksi pidana dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Detail pasal pidana dijerat dengan Pasal 45A Ayat (2) jo Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. Pasal ini menjerat tentang upaya menyebarkan atau menimbulkan kebencian individu atau kelompok.

“Kalau di Ditreskrimsus sudah calon tersangka, dikenakan UU ITE, ini akan dibawa Mabes yang menentukan oleh Mabes Polri. Pasal 45 ayat (2) itu ancaman pidana paling lama 6 tahun atau denda paling banyak Rp 1 miliar,” ujarnya.

Sementara untuk pemeriksaan Bid Propam Polda DIJ, status Aipda Fajar telah terduga pelanggar. Tercatat ada 4 sanksi kode etik profesi kepolisian. Sidang kode etik berlangsung setelah Aipda Fajar terlebih dahulu menjalani sidang pidana.

Sanksi kode etik pertama berupa permintaan maaf kepada pimpinan dan atau institusi. Sanksi kedua dinyatakan sebagai perbuatan tercela. Sanksi ketiga diberhentikan dengan hormat dan sanksi keempat diberhentikan dengan tidak hormat.

“Hukuman boleh 1 atau 2 atau 3, yang menentukan nanti sidang etik tapi setelah sidang pidana baru sidang kode etik,” tegasnya. (dwi/sky)

Sleman