RADAR JOGJA – Warga Padukuhan Joho, Kalurahan Condongcatur, Depok, Sleman dan pihak Asia Net akhirnya dipertemukan Kapanewon Depok, kemarin (15/3). Mereka melakukan mediasi penolakan warga terkait pemasangan fiber optik.

Hasilnya, pihak Asia Net diminta untuk melengkapi sejumlah perizinan yang belum kelar.Mediasi dimulai pukul 13.00. Diikuti belasan orang. Melibatkan instansi terkait perizinan, Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Pemukiman (DPUPKP), warga Joho, pihak Asia Net dan pemangku wilayah setempat. Juga kawal TNI/Polri sekitar.

Panewu Depok Abu Bakar menyebut, berdasarkan hasil mediasi sementara, pihak Asia Net belum mengantongi izin sepenuhnya. Perizinan sebatas pemanfaatan ruang milik jalan (rumija) yang ditujukan kepada DPUPKP Sleman. Sementara belum dilengkapi dengan perizinan dari dinas komunikasi dan informasi Sleman terkait pemasanan tiang dan dinas perizinan terkait izin pendirian bangunan (IMB).

Idealnya, pendirian fiber optik, melibatkan elemen masyarakat, pemerintah dan swasta. Sehingga kritikan-kritikan terkait keamanan, keindahan dapat berjalan sesuai kesepakatan. Dari mediasi tersebut, pihak Asia Net diminta untuk memanfaatkan tiang-tiang yang sudah ada. Misalnya dengan menggabung dengan tiang lainnya. Dengan menghubungi kominfo.

Nah, adanya penolakan ini, menjadi pembelajaran bersama. Untuk ke depan, pemasangan fiber optik dapat lebih rapih. “Punya siapa aja tiangnya Asia Net ke depan akan dijadikan pilot project terkait utilitas dan perizinan,” ungkapnya Senin(15/3).

Sementara itu, Kabid Bina Marga DPUPKP Sleman Ahmad Subhan menambahkan, pemasangan fiber optik berada di beberapa ruas jalan dengan status jalan nasional, provinsi, kabupaten, desa dan jalan lingkungan. Artinya, pihak Asia Net berusaha menginvestasikan di wilayah Sleman. “Puncak kegelisahan warga ini harus diurai satu per satu,” lanjutnya.

Dia menjelaskan alasan masyarakat menolak fiber optik tersebut, dilihat dari titik spot, banyak berdiri tiang-tiang operator. Nah, masyarakat khawatir apalagi saat ini musim hujan dan cuaca ekstrim. Dikhawatirkan sesuatu yang tidak diinginkan. Selain itu lokasi yang berada di jalan umum dengan sirkulasi penumpang dan barang mengangkut yang cukup masif. Dinilai menganggu aktivitas lingkungan warga. Menghalangi akses transporasi. “Takut, kalau nyantol kabel,” ujarnya.

Terkait hal tersebut, pihaknya berusaha memfasilitasi insfrastruktur. Pihanya juga akan mempelajari bagaimana dapat mengkondisikan kabel-kabel yang tampak semrawut agar ke depannya dapat tertata rapi. Apakah dengan membuat lubang bawah tanah layaknya di Tugu Jogja. Sehingga kabel-kabel dapat ditimbun. Tidak mengganggu pemandangan. “Ke depannya akan kami pelajari bagaimana teknisnya. Saat ini mengikuti regulasi yang ada supaya calling down,” tuturnya yang kemudian melanjutkan mediasi kembali.(mel/pra)

Sleman