RADAR JOGJA – Harga cabai rawit di Kabupaten Sleman stabil tinggi. Sempat mencapai Rp 110.000 per kilogramnya pada Rabu (3/3), saat ini harga cabai masih di angka Rp 98.000 hingga Selasa (9/3).
Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sleman Nia Astuti menjelaskan harga cabai di Sleman masih sangat fluktuatif. Pihaknya, juga masih belum bisa memprediksi kapan harga cabai akan turun. Mengingat curah hujan di wilayah Sleman masih tinggi.
Akibat cuaca ekstrem membuat tanaman cabai terkena patek. Sehingga memicu kenaikan harga cabai. Selain itu, pasokan panen pada Februari yang terbatas, juga menjadi penyebab harga cabai melambung. ” Ditambah Februari itu panen cabai sudah mulai habis. Harga di pasar lelang juga sudah di atas Rp 100.000 untuk cabai rawit,” ungkap Nia Selasa (9/3).
Menurutnya, kenaikan harga cabai rawit terjadi sejak November 2020. Saat normal, harga cabai rata-rata sebesar Rp 20.000 hingga Rp 30.000. Namun saat itu, harga mulai merangkak naik mencapai Rp 36.000 per kilogram. Dari pantauan yang dilakukan oleh Disperindag, harga cabai rawit tertinggi di Pasar Prambanan mencapai Rp 110.000. Sedangkan harga termurah ada di Pasar Gosean senilai Rp 95.000.
Namun untuk saat ini, rata-rata harga cabai rawit merah sekitar Rp 98.286. Sedangkan cabai merah keriting per kilogram mencapai Rp 46.429, serta Rp 44.000 untuk cawai merah besar. “Untuk cabai rawit hijau, harganya masih kisaran Rp 61.429,” beber Nia.
Untuk mengantisipasi harga cabai semakin meningkat, Nia mengaku, langkah yang diambil Disperindag adalah dengan menjamin ketersediaan pasokan di pasar dan distribusi lancar.
Sementara itu, Ketua Forum Petani Kalasan Janu Riyanto menuturkan, petani menjual cabai rawit di pasar lelang cabai Sleman dari harga Rp 85.000 hingga Rp 90.000 per kilogram. Dengan waktu panen hanya bisa dilakukan lima hari sekali.
Dikarenakan adanya serangan penyakit seperti fusarium dan patek, saat ini petani hanya bisa melakukan perawatan tanaman. Dengan cara pemupukan, serta penyemprotan fungisida dan hormon. “Banyak yang gagal panen,” kata Janu.
Dari kenaikan harga cabai, Janu mengaku hal tersebut berdampak pada penjualan komoditas produk olahan milik kelompok wanita tani (KWT) Kalasan. Seperti minyak cabe, abon cabe, manisan cabai, sirup cabai dan aneka olahan sambal. “Naik berapa persen tidak tahu pasti, namun ada peningkatan sedikit,” ungkap Janu. (eno/bah)