
DI PENGUNGSIAN: Pengungsi lansia saat berada di tempat pengungsian Banjarsari, Glagaharjo, Cangkringan, Sleman. (ELANG KHARISMA DEWANGGA/RADAR JOGJA)
RADAR JOGJA – Sejak Sabtu (7/11) malam hingga Minggu (8/11) pagi ketersediaan air di barak pengungsian Banjarsari, Cangkringan, sedikit mengalami gangguan. Tidak adanya air berpengaruh terhadap kebersihan kamar mandi di barak pengungsian itu.
Salah seorang pengungsi, Ngatmi, 45, mengaku tiba di barak pengungsian pada Sabtu sekitar pukul 15.30. Warga Kalitengah Lor RT 01 RW 19 ini merasa terganggu saat air tidak mengalir dengan lancar sejak malam hari. “Hal ini juga berpengaruh pada saat kamar mandi digunakan buang air. Tidak dibersihkan karena tidak ada air,” kata Ngatmi Minggu (8/11).
Selain ketersediaan air yang kurang, Ngatmi juga menyayangkan kurangnya kasur yang disediakan. Di bilik miliknya, ia berbagi tempat tidur dengan anak dan cucunya. Sedangkan suami dan menantunya sampai saat ini masih menetap di rumahnya untuk menjaga ternak. “Jadi cucu tidur di kasur, saya beralaskan selimut,” tambahmya.
Adanya bilik penyekat, lanjut Ngatmi, juga menambah suasana gerah dan tidak nyaman. Meskipun adanya sekat difungsikan untuk meminimalisasi adanya penularan Covid-19, ia merasa pengungsian saat ini berbeda dengan sebelumnya. “Kalau dulu ngungsi tidurnya rame-rame sama tetangga,” ingat Ngatmi.
Pengungsi lainnya, Novita Ramadanti, 20, mengaku sebelum mengungsi ia mendapatkan pemberitahuan untuk segera turun. Khususnya kelompok rentan, yakni anak-anak, lansia, wanita hamil dan difabel.
Setelah mengungsi, Novita mengaku kesulitan lantaran anaknya yang masih berusia 1,5 tahun rewel. “Anak tidak tidur semalam, merangkak ke sana kemari. Rewel,” katanya.
Sementara itu, Dukuh Besalen, Glagaharjo Sarwanto mengaku saat ini gangguan air sudah dalam masa perbaikan. Air tidak mengalir sebelumnya disebabkan karena pompa air yang rusak. Serta ketersediaan air yang mengalir ke area barak pengungsian tidak maksimal. “Sebelumnya penggunaan air di wilayah ini hanya untuk balai desa dan sekolah,” ungkapnya.
Untuk mengantisipasi air yang belum mengalir, Sarwanto juga telah mengajukan bantuan tangki air untuk tetap berada di barak pengungsian. Pihaknya juga telah berkoordinasi dengan penyedia air minum berbasis masyarakat (pamsimas). “Kalau sewaktu-waktu tangki air yang disediakan habis, bisa diisi di situ,” lanjutnya.
Di barak pengungsian Banjarsari, lanjut Sarwanto, juga telah disediakan 17 kamar mandi untuk pengungsi. Empat kamar mandi berada di barak, tujuh lainnya di balai desa dan enam kamar mandi, sisanya di SD Muhammadiyah Cepitsari.
Untuk sampah di pengungsian, telah mengajukan permohonan pengambilan setiap hari. Pengumpulan sampah akan dilakukan di lahan milik warga yang saat ini tidak terpakai. “Sebelumnya pengambilan sampah tiga hari sekali, karena ada pengungsi harapannya sampah diambil setiap hari,” ujarnya.
Panewu Cangkringan Suparmono menuturkan, kebutuhan dari setiap pengungsi selalu diupayakan. Setiap sore akan ada petugas yang menginventarisasi apa saja kebutuhannya. “Kalau saat ini seperti pembalut dan lain-lain. Kalau untuk ketersediaan selimut dan bantal, masih aman,” ungkapnya.
Hingga kemarin jumlah pengungsi yang terdata pada Sabtu malam 177 orang. Dengan rincian 24 bayi di bawah dua tahun, 11 balita usia 3-5 tahun, dan 14 anak-anak usia 6-18 tahun. “Dewasa ada 44 orang, lansia 71 orang, dua ibu hamil dan 11 difabel,” lanjut Suparmono.
Dari data sebelumnya tercatat 160 orang termasuk kelompok rentan, Suparmono menyebut ada tambahan pengungsi. Dari usia dewasa yang khawatir akibat trauma bencana Merapi sebelumnya. “Meskipun anjuran mengungsi hanya untuk kelompok rentan, kalau ada yang khawatir ya tetap harus kami terima,” jelasnya.
Jumlah pengungsi, lanjut Suparmono, kemungkinan akan bertambah jika aktivitas Merapi terus meningkat. Hanya saja, pengungsi akan kembali ke rumahnya jika Merapi tergolong landai. Jika siang hari para pengungsi sebagian kembali naik ke rumahnya untuk memberi makan ternak.
“Kalau sore hari balik lagi ke pengungsian. Pendataan dilakukan setiap pukul 19.30. Jadi jika ada warga yang datang ke pengungsian lebih dari itu, maka akan diikutkan data hari selanjutnya,” ungkap Swuparmono.
Ia menyebut, sebelumnya pengungsi yang mengungsi di Balai Desa Glagaharjo mencapai 133 orang. Di Cangkringan, telah tersedia tujuh barak pengungsian yang siap digunakan. Lima barak pengungsian dikelola Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman, sisanya dikelola kalurahan. “Dua ada di di Argomulyo, Wukirsari ada dua, Umbulharjo ada satu, dan Kepuharjo ada satu,” tuturnya.
Sedangkan untuk evakuasi ternak, Suparmono menyebut ada 294 sapi, 95 di antaranya sapi perah. Rencananya sapi perah akan dievakuasi ke kandang komunal di daerah Singlar, Cangkringan. Sedangkan untuk sapi pedaging akan dievakuasi ke lapangan dekat Balai Desa Glagaharjo. “Dipisah, karena jika sapi perah tidak di kandang yang memadai, bisa berpengaruh pada produktivitas susu,” tambahnya. (eno/laz)