SLEMAN – Dampak musim kemarau di Kecamatan Prambanan, Sleman butuh penanganan ekstra. Terutama di Dusun Gedang Bawah, Sambirejo. Hampir setiap tahun warga kesulitan air bersih saat musim kemarau. Sebab, debit sumur warga turun drastis. Pun dengan instalasi sumur bor.

Yatimin, warga Dusun Gedang Bawah mengungkapkan, turunnya debit air sumur warga terasa sejak April. Pun dengan instalasi sumur bor. Meski, instalasi sumur bor itu berkedalaman 50 meter.

GRAFIS: HERPRI KARTUN/RADAR JOGJA

”Sumur bor itu (saat musim hujan, Red) juga tidak bisa menjangkau semua warga. Apalagi saat musim kemarau seperti ini, pasti tidak ada air,” keluh Yatiman di sela menimba air di salah satu sumur di Dusun Gedang Bawah Rabu (3/7).

Di wilayah Prambanan, pria 45 tahun ini menyebut sebenarnya ada instalasi penyedia air bersih. Yatiman juga berlangganan. Hanya, debit air yang mengalir ke pipa jaringan pelanggan minim, sehingga tidak begitu membantu.

”Padahal kami membayar Rp 5 ribu per meter kubik,” keluhnya.

Guna mencukupi kebutuhan sehari-hari, Yatimin terpaksa memanfaatkan sumur yang dibangun secara swadaya. Meski, Yatiman maupun puluhan warga Dusun Gedang Bawah harus berjalan kaki ratusan meter untuk menuju satu-satunya sumur yang masih mengeluarkan air itu. Lantaran letaknya berada di bawah jurang.

Menurutnya, sebagian warga yang tinggal di dekat sumur itu membangun bak penampungan plus dilengkapi mesin pompa. Itu berfungsi untuk menyalurkan air ke rumah-rumah warga.

”Itu pun tidak bisa setiap hari bisa mendapatkan air. Harus digilir. Untuk kebutuhan sehari-hari, ya, dicukup-cukupkan saja. Asal bisa buat masak dan mandi,” ungkapnya.

Karena itu, Yatimin pesimistis debit air sumur itu bisa bertahan hingga puncak musim kemarau. Apalagi, puncak musim kemarau diprediksi pada Agustus. Sebagai satu-satunya solusi, Yatimin berharap ada bantuan droping air.

”Tahun lalu sempat ada bantuan air dari polisi. Harapannya tahun ini bisa dapat bantuan air,” harapnya.

Kondisi serupa juga dialami warga di Dusun Kikis, Sambirejo, Prambanan, Sleman. Bahkan, wilayah ini setiap tahun rutin mengalami krisis air bersih. Sugiyem, warga setempat menyebut kepala keluarga di Dusun Kikis memang berlangganan air di instalasi penyedia air bersih.

”Tapi airnya hanya kecil. Kadang yang keluar malah cuma angin,” keluhnya.

Saking kecilnya, air itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok. Warga harus mencari sumber air lain sembari menunggu bantuan droping pemerintah.

”Hingga kondisi seperti ini belum dapat bantuan,” kritik nenek 65 tahun ini.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bidang Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman Makwan berdalih sumur bor di Dusun Kikis masih mampu memenuhi kebutuhan warga. Meski, debit airnya berkurang.

”Belum ada permintaan droping air hingga sekarang,” ujarnya.

Kendati begitu, Makwan menegaskan, BPBD telah menyiapkan 75 tangki air. Kapasitasnya 5.000 liter air per tangki. Itu dipersiapkan permintaan droping air pada puncak musim kemarau.

”Pada anggaran perubahan nanti kami mengusulkan tambahan, menjadi 200 tangki,” jelasnya. (har/zam/rg)

Sleman