SETIAKY A. KUSUMA/RADAR JOGJA
CINTA TRADISI: Finalis Dimas Diajeng Sleman 2016 menggelar flashmob 1.000 Perempuan Menari di atrium Hartono Mall, Rabu malam (27/4).
SLEMAN – Semangat melestarikan jiwa Kartini diwujudkan oleh para finalis Dimas Diajeng Sleman 2016. Mereka menciptakan flashmob 1.000 Perempuan Menari di atrium Hartono Mall, Rabu malam (27/4).
Sesuai tema, para penari ini hadir dengan baju tradisi. Tak hanya mengenakan jarit dan kebaya kutu baru, mereka juga mengenakan konde sebagai hiasan kepala. Ini sesuai semangat melestarikan jati diri sebagai perempuan Jawa.
“Jadi ada akulturasi antara unsur tradisi dan modernitas. Jarit, kebaya, dan konde yang biasanya identik dengan tradisi berkolaborasi dengan flashmob,” kata Ketua Panitia Tri Aji Bayu Prasetyo.
Finalis Dimas 2016 ini mengungkapkan, pemilihan tempat juga memiliki makna khusus. Mall yang identik dengan modernitas tidak tertutup dengan nilai tradisi. Ragam karakter pengunjung pun menjadi daya tarik tersendiri untuk menggelar flashmob di mall.
“Kegiatan ini bekerja sama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sleman dan koreografer Mila Art Dance,” ungkapnya.
Aji menuturkan, flashmob ini juga dalam rangka memperingati 1 Abad Kabupaten Sleman. Dimas Diajeng Sleman sendiri merupakan salah satu bagian dari kekayaan Sleman. Termasuk menjadi role model bagi generasi muda Jogjakarta, khususnya di Kabupaten Sleman.
Flashmob ini merupakan salah satu agenda dari Sleman Culturism. Agenda yang digelar juga mengenalkan ragam potensi Sleman. Tidak hanya seni budaya, tapi juga potensi kuliner dan wisata lainnya. “Siang hari ada talkshow tentang potensi kopi Sleman. Juga mengenalkan batik khas Sleman Parijoto, dan potensi wisata Museum Gunung Merapi,” ungkapnya.
Koreografer Tari Mila Rosinta Totoatmojo mengungkapkan, flashmob ini memiliki tantangan tersendiri. Pertama adalah mewujudkan jumlah partisipan yang tidak sedikit. Selanjutnya, memantapkan gerak koreografi yang digunakan.
Menurutnya, paling penting dalam flashmob ini ada kampanye semangat Kartini. Selain itu upaya pelestarian busana tradisi sebagai tren fesyen sehari-hari. Tujuannya menepis anggapan bahwa baju tradisi itu adalah kuno.
“Ada anggapan bahwa pakai baju tradisi itu kuno, ini salah. Justru ini adalah jati diri bangsa dalam busana tradisi. Kebaya dan sanggul bisa dikombinasikan dengan tren fashion masa kini,” katanya. (dwi/ila/ong)