
SOSOK : Kelik J. Soegiarto saat ditemui di Sekolah Mutiara Persada, Jumat (27/1). (ANNISSA KARIN/RADAR JOGJA)
RADAR JOGJA – Pendidikan anak merupakan bekal penting yang sepantasnya disiapkan oleh para orang tua. Tentunya, pendidikan yang dipilih haruslah berkualitas dan dapat meningkatkan kemampuan anak dalam berpikir dan berperilaku.
Prinsip ini dipegang teguh oleh seorang warga Jogjakarta bernama Kelik J. Soegiarto. Dia bersama sang istri berkeliling mencari sekolah untuk anaknya. Tak puas akan pendidikan di sekolah yang dia temui, memotivasi Kelik untuk menciptakan lembaga sekolah sendiri.
“Saya cari sekolah untuk anak saya umur 3 tahun. Kita carikan sekolah sampai 4 kali pindah ke sekolah yang waktu itu cukup beken. Akhirnya kita memutuskan untuk kenapa kita tidak buka sekolah sendiri,” cerita Kelik, Jumat (27/1).
Selain untuk menyediakan pendidikan yang sesuai bagi anaknya, Kelik juga ingin berkontribusi pada dunia pendidikan di Indonesia. Dia telah mengabdikan diri di dunia pendidikan sejak tahun 1975.
Diawali dengan mengenyam bangku kuliah Ilmu Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Sanata Dharma Jogjakarta pada 1972. Tiga tahun berselang, panggilan dalam dirinya untuk mengajar tumbuh. Akhirnya dia mulai mengajar pada tahun 1975 di SMA Santa Maria Bandung dan berpindah dibeberapa sekolah lainnya.
Akhirnya usai singgah lama di Bandung, Kelik memilih untuk kembali ke Jogjakarta. Tepatnya pada tahun 1985.
“Saat itu gaji pertama saya Rp 3 ribu. Saya merasa menjadi guru ada keterikatan dengan waktu yang membuat saya tidak bisa apa-apa lagi. Tapi saat saya sakit harus mengeluarkan uang yang banyak,” kenangnya.
Disatu sisi Kelik harus memutar otak untuk mencari pemasukan lain. Ini karena penghasilannya saat menjadi guru dirasa tak bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Namun, disisi lain Kelik tak mau meninggalkan dunia pendidikan.
“Dengan membuka sekolah kita bisa memberdayakan teman-teman yang lain. Disisi lain kita bisa memiliki kemerdekaan waktu,” ujarnya.
Kelik selalu beranggapan tak ada anak nakal, bodoh ataupun malas. Ini lantas menjadi prinsip yang diterapkan kepada para pengajar di lembaga pendidikannya. Baginya, tiap anak memiliki potensi yang berbeda-beda.
“Ada anak yang oleh orang tuanya dianggap kurang pandai karena nilai akademisnya selalu merah. Tapi dia punya hobi menggambar, lalu saya arahkan untuk sekolah fashion. Anak yang dulu dianggap bodoh sekarang menjadi desainer fashion yang hebat,” katanya.
Kini lembaga pendidikannya telah memiliki siswa hingga 600 anak. Mulai dari jenjang TK hingga SMA. Tak berhenti sampai disini, Kelik akan terus berkontribusi pada dunia pendidikan.
Saat ini, dia tengah menyiapkan sebuah lembaga akademi. Fokusnya pada teknologi. Sebut saja bidang komputer, dunia robotik, kemudian yang terkait dengan teknologi pertanian.
“Kami juga melihat masih ada potensi yang dibutuhkan di luar negeri, misalnya kebutuhan akan jasa perawat. Tapi ini masih jangka panjang,” ujarnya. (isa/dwi)