RADAR JOGJA – Air lindi atau cairan yang dihasilkan dari pemaparan air hujan di tumpukan sampah masih menjadi persoalan lingkungan. Terutama di tempat pengolahan sampah seperti Tempat Pembuangan Akhir (TPA) atau Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST).

Tidak hanya bau tak sedap, air lindi juga membahayakan lingkungan. Tentunya memberikan dampak kesehatan yang buruk. Apabila jika tidak diolah dengan benar. Inilah yang direspon oleh mahasiswa Fakultas Biologi UGM Raina Nura Anindhita.

Raina berhasil menyulap air lindi menjadi sesuatu yang bernilai guna. Berupa formula penetral bau sampah bernama Eco Lindi. Terbuat dari campuran air lindi, sisa air tebu atau molase, asam sulfat, dan katalis organik.

“Eco lindi ini disemprotkan pada sampah supaya bisa menghilangkan bau sampahnya itu. Selama ini permasalahan di TPA atau TPST adalah masalah bau sampah. Bau sampah ini identik dengan lingkungan yang kumuh dan lingkungan yang kurang bersih,” jelasnya saat jumpa pers di UGM, Jumat (3/6).

Dia menjelaskan, awalnya semua bahan seperti air lindi, molase, asam sulfat dan katalis dicampur dalam satu wadah kedap udara atau tangki. Dalam satu hari, dirinya mampu memproduksi setidaknya sebanyak 10 ribu liter eco lindi.

Cara penggunaan Eco Lindi sangatlah sederhana. Cukup disemprotkan ke timbunan sampah. Dalam waktu kurang dari 10 menit eco lindi akan bereaksi menetralkan bau sampah.

Cairan ini sudah diujicobakan di TPA dan lingkungan pasar. Eco Lindi juga telah melalui tahap uji coba di peternakan. Hasilnya, formula ini dinyatakan aman untuk ternak.

“Reaksinya sekitar 3-10 menit. Setelah disemprotkan ke sampah tidak tercium bau lagi,” katanya.

Dia mengaku sempat kesulitan dalam menemukan air lindi di wilayah DIJ. Raina menilai TPA dan TPST di DIJ memiliki kondisi yang berbeda dengan yang berada di Sidoarjo, kampung halamannya. Sementara untuk bahan lainnya dapat dia temukan dengan mudah.

“Saya rasa di DIJ ini cukup sulit mencari air lindi. Kemarin saya sudah pergi ke TPST. Saya lihat berbeda dengan di Sidoarjo. Di sana ada air lindinya, sementara di DIJ saya rasa tempat pengolahan sampahnya cukup kering,” ujarnya.

Raina mengungkapkan pengembangan Eco Lindi ini merupakan hasil dorongan dari sang ayah. Kala itu menjabat sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Sidoarjo.

Dia ditantang oleh sang ayah untuk ikut mencari solusi atas persoalan sampah di TPA. Terutama dalam hal mengatasi bau sampah. Inovasi ini berhasil menyabet penghargaan Trash Control Heroes dari Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor.

“Proses penetralan bau dan komposting yang biasa dilakukan memerlukan waktu sekitar 6-8 minggu. Saya ditantang ayah untuk mempersingkat waktu menghilangkan bau dan setelah melalui diskusi dan berbagai kajian akhirnya ketemulah formulasi eco lindi ini,” katanya. (isa/dwi)

Pendidikan