PENDIDIKAN merupakan kebutuhan primer setiap manusia. Dalam perkembangannya pendidikan di Indonesia saat ini telah mengalami berbagai permasalahan. Hal ini dapat kita lihat dan buktikan bersama bahwa banyaknya fenomena-fenomena yang muncul ke permukaan belakangan ini dalam konteks pendidikan, menandakan bahwa pendidikan di Indonesia saat ini berada pada fase krisis.

Permasalahan yang muncul dalam pendidikan nasional yang saat ini dihadapi oleh bangsa Indonesia tidak hanya bagaimana kita sebagai para pendidik mengupayakan supaya pendidikan di Indonesia saat ini mudah diakses oleh masyarakat, akan tetapi bagaimana kita dapat memperbaiki mutu dan kualitas pendidikan yang ada.

Berbicara tentang pendidikan maka tidak lengkap apabila kita tidak membahas sosok bapak Pendidikan Nasional yaitu Ki Hajar Dewantara. Dalam pandangannya, tujuan pendidikan adalah memajukan bangsa secara meneyeluruh tanpa membeda-bedakan agama, ras, suku, budaya, adat istiadat, status ekonomi dan status sosial. Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan tidak hanya berpusat pada pikiran (kognitif) akan tetapi upaya untuk menumbuhkan budi pekerti dan fisik anak dalam rangka kesempurnaan hidup dan keselarasan dunianya.

Derasnya arus globalisasi menjadi salah satu faktor utama dalam perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Bangsa kita sering merujuk ataupun mengagung-agungkan sistem pendidikan yang ada di bangsa lain (barat). Akan tetapi kita semua lupa akan kondrat dan juga potensi yang kita miliki sebagai bangsa timur (Indonesia). Ki Hajar Dewantara memiliki pandangan bahwa dasar pendidikan barat tidak sesuai dengan karakter yang ada di bangsa Indonesia. Pendidikan barat memiliki sifat regering, tuch, orde (perintah, hukuman, dan ketertiban).

Apabila hal ini kita paksakan dan laksanakan di Indonesia maka akibat yang akan ditimbulkan adalah rusaknya budi pekerti anak karena anak selalu berada dibawah tekanan. Sedangkan pendidikan yang kita inginkan adalah pendidikan yang memanusiakan manusia secara manusiawi dan utuh ke arah pendidikan yang merdeka baik lahir maupun batin.

Tujuan pendidikan bangsa Indonesia yang termuat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada dasarnya memiliki tujuan bagaimana kita mengembalikan dan mengangkat eksistensi bangsa Indonesia menjadi bangsa yang memiliki martabat. Pendidikan nasional tidak hanya diperlukan untuk perkembangan perseorangan, tetapi beriringan dengan hal tersebut pendidikan diperlukan dalam rangka memerdekakan bangsa, termasuk di dalamnya memerdekakan dan memajukan kebudayaan bangsa dalam konteks kehidupan dengan bangsa lain (Dewantara, 1977).

Trilogi pendidikan yang dicetuskan oleh bapak Pendidikan kita merupakan sebuah modal awal yang sangat penting dalam dunia pendidikan untuk menunjukkan eksistensi kita. Trilogi pendidikan tersebut sering kita dengar bahkan menjadi semboyang di sekolah yaitu. “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani”. Yang menjadi permasalahannya apakah trilogi pendidikan ini benar-benar sudah kita implementasikan atau hanya sekedar semboyan yang selalu kita baca?.

Makna dari trilogi pendidikan tersebut apabila kita hayati, maka jelas bahwa peran pendidik (guru) merupakan akar dan ujung tombak utama dalam menjalankan roda pendidikan nasional.

Ing Ngarso Sung Tulodo (berada di depan memberikan teladan) semboyan ini memiliki arti bahwa sebagai seorang pendidik kita harus memberikan contoh yang baik. Contoh ini dapat berupa tutur kata, sikap, dan sopan santun. Karena guru merupakan “Role Model” bagi anak didiknya, yang artinya perilaku anak didik dapat diperngaruhi dari gurunya. Sehingga kita sebagai guru harus selalu melakukan instropeksi dan refleksi diri apakah sudah benar-benar memberikan contoh yang baik atau hanya sebatas menyampaikan ilmu tanpa mengajarkan akhlak dan budi pekerti.

Ing Madyo Mangun Karso (berada di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa) semboyan ini memiliki arti bahwa kita sebagai pendidik tidak boleh memberikan batasan-batasan anatara guru dan anak didik. Guru juga tidak boleh menganggap anak didik sebagai individu yang ada dibawah gurunya, akan tetapi guru harus mampu menjadi sosok seorang teman yang dapat merangkul anak didiknya.

Tujuannya yaitu untuk membangkitkan dan membentuk niat anak didik untuk menjadikan guru sebagai sosok panutan, karena hal sekecil apapun yang keluar dari sosok panutannya akan menjadi acuan bagi anak didiknya.

Tut Wuri Handayani (berada di belakang memberikan dorongan) semboyan ini memiliki arti bahwa guru harus selalu memberikan motivasi positif kepada anak didiknya. Hal ini sejalan dengan pendapat Abraham Maslow (seorang pakar psikologi) yang menyatakan bahwa manusia sangat dipengaruhi oleh motivasi. Sehingga sebagai seorang pendidik, guru harus mampu membangkitkan motivasi anak didiknya demi mewujudkan cita-cita yang ingin dicapainya. Dengan kata lain guru harus mampu membantu siswa untuk mengembangkan, menemukan, dan mencari bakan yang dimiliki oleh anak didik.

Trilogi pendidikan yang dicetuskan Ki Hajar Dewantara memiliki makna secara singkat yaitu “momong, among, dan ngemong” yang sebanarnya sama dengan istilah dalam pendidikan barat yaitu “pedagogik”. Artinya bahwa pendidikan memiliki sifat mengasuh sehingga apabila pendidikan masih memiliki sifat memaksa dan memberikan hukuman, bukanlah arti pendidikan yang sebenarnya. Pendidikan merupakan proses mengasuh anak didik dan mengembangkan semua bakat/ potensi yang dimiliki anak didik.

Guru tidak boleh melakukan pemaksaan terhadap apa yang harus dilakukan akan tetapi guru harus mampu memberikan pemahaman-pemahaman kepada anak didiknya supaya anak didik dapat memahami dan mengerti yang terbaik untuk dirinya dan lingkungan sekitarnya.

Harapan dan motivasi penulis kepada para pendidik dengan melihat begitu dalamnya makna Trilogi Pendidikan yang telah dicetuskan oleh bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara yaitu, mari kita saling menginstropeksi diri kita masing-masing, apakah kita sebagai seorang pendidik telah memahami makna terpenting dalam mendidik? dan apakah kita telah melaksanakan sistem pendidikan yang sesuai dengan pendidikan Indonesia (momong, among, dan ngemong)?.

Apabila belum mari mulai dari saat ini secara bersama-sama kita saling memperbaiki sistem pendidikan yang telah kita lakukan selama ini. Setiap anak didik kita pasti memiliki potensi dan bakatnya masing-masing. Sebagai pendidik dan guru, kita tidak boleh memaksakan apapun kepada anak didik kita. Akan tetapi tugas kita adalah memberikan contoh yang baik bagi mereka, menggali potensi dan bakat yang mereka miliki kemudian memberikan pemahaman kepada mereka bahwa potensi yang mereka miliki harus selalu mereka asah. Berikan motivasi dan dorongan kepada mereka untuk dapat mengasah dan menggapai cita-cita mereka setinggi mungkin. Karena mereka nantilah yang akan mengantikan kita semua dalam menggerakan roda pendidikan dan eksistensi serta martabat bangsa Indonesia. (*/ila)

*Penulis merupakan Guru SD Negeri Tukharjo

Opini