SUSUHUNAN Amangkurat II beberapa kali memperbarui perjanjiannya dengan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Pertama kali perjanjian dibuat pada Februari 1677. Kemudian diperkuat pada Juli 1677.  Perjanjian dibuat untuk membiayai operasi penumpasan terhadap Trunajaya.

Operasi militer berjalan efektif. Seluruh pelabuhan di pesisir pantai utara berhasil direbut kembali. Sukses ini harus dibayar mahal. Operasi militer menelan dana anggaran yang besar. Mataram harus menanggung semua biaya tersebut. Tingginya biaya operasional itu membuat Amangkurat II pusing. Kas Mataram warisan ayahnya, Amangkurat I, terkuras. Mataram mengalami krisis keuangan.

Saat itu ekspor Mataram tidak berjalan normal. Bahkan ekspor komoditi andalan Mataram minus. Kerajaan yang didirikan Panembahan Senopati itu mengalami defisit keuangan. Kondisi itu merupakan potret terburuk sepanjang Negara Kesatuan Kerajaan Mataram berdiri.

Era Amangkurat II, Mataram benar-benar mengalami masa sulit.  Raja kembali mengajukan utang ke VOC. Konsekuensinya Amangkurat II harus membuat perjanjian baru pada Oktober 1677 dan Januari 1678.

Dalam perjanjian itu, VOC mendapatkan semua hasil pajak dari pelabuhan di pesisir. Kompeni juga mendapatkan hak monopoli pembelian beras dan gula. Kemudian hak monopoli impor tekstil dan candu. Plus pembebasan cukai. Amangkurat II juga menjanjikan menyerahkan Semarang.

Sejalan dengan itu, operasi militer  menumpas pasukan Trunajaya dilanjutkan pada September 1678. Dari pesisir, militer gabungan Mataram dan VOC memasuki pedalaman.

Sasarannya Kediri. Basis utama pertahanan Trunajaya. Di kota itu Trunajaya mengangkat dirinya menjadi raja Jawa. Namanya  Panembahan Maduratna. Gelar itu disandang Trunajaya setelah memimpin people power menumbangkan rezim Amangkurat I.

November 1678 Kediri berhasil dikuasai. Trunajaya melarikan diri. Pertahanan Trunajaya berhasil digulung dalam waktu cepat. Kekuasaan menantu Panembahan Rama itu hanya singkat. Tidak lebih dari setahun.

Dari Kediri, pasukan gabungan yang dipimpin Kapten François Tack bergerak ke Surabaya. Di lokasi lain, pasukan Panembahan Rama berhasil dilumpuhkan di dekat Pajang, Surakarta. Ulama asal Kajoran, Klaten itu gugur pada September 1679.

Setelah melumpuhkan ulama Kajoran, sasaran berikutnya adalah Panembahan Giri. Ulama karismatik itu juga menjadi pendukung utama Trunajaya. Giri bersama keluarga gugur dalam perang dasyat yang berlangsung pada April 1680.

Simpul-simpul pendukung Trunajaya berhasil dilumpuhkan. Selama pertempuran, VOC dan Mataram mendapatkan dukungan orang-orang Bugis anak buah Arung Palakka. Mereka berjasa besar dalam memerangi orang-orang Makassar.

Anak buah Karaeng Galengsong yang lari ke Jawa. Akhir 1679 menyerah. Dia menjadi tahanan politik selama beberapa bulan. Nasibnya berakhir di tangan Amangkurat II.

Trunajaya ditikam dengan keris oleh mantan sekutu politiknya pada Januari 1680. Jasadnya dimakamkan di Bukit Selokurung, Kabupaten Malang. Keberhasilan itu membuat Amangkurat II banjir dukungan. Banyak penguasa lokal yang mendeklarasikan dukungan. Mereka siap berdiri di belakang penguasa baru Mataram.(yog/rg/bersambung)

Opini