RADAR JOGJA – Usai dibukanya kunjungan naik monumen Candi Borobudur, perajin sandal upanat banjir pesanan. Bahkan, permintaan sandal upanat tersebut naik 100 persen. Dari yang semula 50 pasang, kini harus memproduksi 100 pasang per hari.

Perajin sandal upanat asal Desa Borobudur Basiyo mengaku bersyukur dengan peningkatan produksi tersebut. Karena kewalahan, dia meminta kepada ibu-ibu sekitar rumahnya untuk membantu produksi. Mulai dari menggunting bahan, menjahit, hingga finishing.

Selama ini, sandal upanat dan goodie bag yang diproduksi tidak langsung diberikan kepada TWC Unit Borobudur. Melainkan disetor lewat Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDesma) Kecamatan Borobudur. Barulah sandal upanat yang sudah terkumpul dari beberapa desa, disalurkan kepada TWC.

Hanya saja, dia mengaku, kendala saat ini yang dihadapi adalah biaya produksi. Lantaran sandal upanat yang sudah disetor kepada BUMDesma, tidak langsung mendapat uang. “Saya bingung untuk bayar tenaga dan bahan. Padahal, bahan harus beli lagi sambil menunggu pembayaran turun,” keluhnya saat ditemui, Kamis (23/3).

Basiyo mengatakan, dengan target produksi 100 pasang per hari, tentu membutuhkan bahan yang tidak sedikit. Belum lagi ketika bahan utama yang digunakan habis dan pengiriman telat. Di satu sisi, para perajin harus terus memproduksi sandal upanat untuk memenuhi persediaan.

Dia berharap, proses pembayaran sandal upanat dapat dilakukan dengan lancar. Guna menutup biaya produksi dan kembali membeli bahan. Bahkan, ada ribuan pasang sandal yang belum dibayarkan. Dengan harga Rp 42 ribu per pasangnya.
Nantinya, kata dia, akan ada perubahan model sandal upanat pada bagian jempol. “Saya minta satu atau tiga bulan ke depan baru ganti model seperti itu. Supaya stok sebelumnya bisa habis dulu. Tidak langsung tiba-tiba ganti model,” terangnya.

Hal itu dilakukan untuk mencegah adanya penimbunan stok lama. Karena sandal upanat tidak boleh dijual kepada masyarakat secara umum. Memang khusus diproduksi sebagai alat kaki khusus pengunjung yang naik monumen candi.

Sekretaris BUMDesma Borobudur Irvan Andhi Jatmiko menyebut, hingga saat ini baru ada 10 titik di beberapa desa yang memproduksi sandal upanat. Namun, secara bertahap, produksi tersebut bakal dikembangkan di semua desa di Kecamatan Borobudur.

Dia menambahkan, bakal bekerja sama dengan para kepala desa untuk mengajak masyarakat yang sudah mendapat pelatihan dari Balai Konservasi Borobudur (BKB), agar memproduksinya. “Akan kami dampingi untuk pelatihan dan peralatan diserahkan desa masing-masing,” terangnya.

Setiap hari, lanjut dia, BUMDesma mengumpulkan sandal upanat dari para perajin. Kemudian, disetorkan kepada TWC Unit Borobudur. Tergantung kemampuan produksi perajin. “Tergantung, biasanya 500 pasang. Kami sistemnya pre-order (PO). Kami kirim, memberi tagihan, baru dilakukan pembayaran,” imbuhnya. (aya/pra)

Magelang