RADAR JOGJA – Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Jawa Tengah melakukan sosialisasi sekaligus uji coba penindakan pelanggaran lalu lintas menggunakan ETLE mobile yang terintegrasi dengan drone. Uji coba ke-20 ini menggandeng tim dari Asosiasi Pilot Drone Indonesia (APDI) yang dilaksanakan di simpang empat Shoping, kawasan Pasar Rejowinangun Kota Magelang, Jumat (27/1).

Kasigar Subditgakkum Ditlantas Polda Jawa Tengah Kompol Ilham S Sakti mengemukakan, penggunaan alat tersebut merupakan bagian dari pengembangan dan penyempurnaan ETLE yang secara masif sudah gencar dilaksanakan, terutama di wilayahnya. “Selama ini, kami sudah melaksanakan kegiatan penertiban ETLE baik secara statis maupun mobile hand held. Ini (uji coba, red) bagian dari pengembangannya,” jelasnya.

Dia menambahkan, penggunaan ETLE drone ini tidak hanya dimanfaatkan untuk menindak pelanggaran yang terjadi. Tapi, juga dalam rangka menciptakan situasi keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas (kamseltibcarlantas) di titik-titik tertentu. Khususnya troublespot atau lokasi yang memiliki tingkat kepadatan dan kemacetan yang tinggi. Serta blackspot atau lokasi dengan angka kecelakaan tinggi.

Dia menuturkan, drone diterbangkan oleh pilot bersertifikasi. Sudah ada lima personel ditlantas yang sudah bertifikasi dan menjalani pelatihan menerbangkan drone. Saat ini, yang mengoperasikan drone tetap petugas, namun didampingi oleh APDI. “Karena kami juga tidak mau, kami mau menegakkan hukum, tapi terkait legal formal penggunaan drone ini kami abaikan,”imbuhnya.

Ilham menyebut, dengan pengeoperasionalan drone, apabila terjadi pelanggaran di lokasi yang rawan tersebut, praktis bisa merekam jejak dari pelanggar. Dari udara, drone akan merekam setiap pengendara yang melintas di titik tertentu. Ketika ditemui adanya pelanggar, petugas akan memperbesar rekaman gambar. Dengan begitu, mereka bisa ditindak melalui sistem capture.

Adapun mekanismenya, sama dengan ETLE pada umumnya. Nantinya, hasil capture atau gambar pelanggar tersebut akan dikirim ke back office. Selanjutnya, data akan diolah, diverifikasi, dan divalidasi. Barulah bukti pelanggaran tersebut dapat dikirim ke alamat pelanggar sesuai data yang diperoleh.

Berdasarkan drone mengudara selama 15-20 menit, ada beberapa pelanggar yang telah direkam. Namun, untuk jumlahnya perlu diverifikasi kembali. Kebanyakan, lanjut dia, ada pelat motor yang tidak terbaca atau kurang jelas. Itulah tugas back office yang akan memverifikasi dan validasi. “Apakah dengan data capture dan data kendaraan itu sesuai atau belum. Apabila nanti tidak ada kesesuaian, perlu adanya tindak lanjut dari satuan wilayah,” bebernya.

Dari 19 daerah lainnya, kata Ilham, pengoperasionalan ETLE drone dinilai cukup efektif. Mengingat cakupan atau daerah jangkauan dari drone lebih luas. Dengan begitu, para pelanggar secara otomatis akan termonitor pada drone tersebut.

Uji coba ini, kata dia, akan menyasar 35 polres se-Jawa Tengah. Setelah uji coba selesai di semua polres, ditlantas bakal melakukan evaluasi. “Apakah nanti teknisnya tim ETLE drone ini dari Polda Jateng saja, atau nanti diawaki oleh masing-masing polres. Yang jelas, saat ini baru personel polda saja yang mengikuti pelatihan dan bersertifikasi,” ujarnya.

Perwakilan Regional APDI Jateng-DIJ Heri Saryono mengatakan, telah bekerja sama dengan ditlantas untuk mendampingi pelatihan dan sertifikasi kepada para personel. “Jadi, kami memastikan agar personel yang nanti ditugaskan, memenuhi persyaratan,” kata dia.

Lantaran untuk menerbangkan drone, ada Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) nomor 37 tahun 2020 tentang pengoperasian pesawat udara tanpa awak di ruang udara yang dilayani Indonesia. Serta Permenhub nomor 63 tahun 2021 tentang sistem pesawat udara kecil tanpa awak.

Di Polda Jateng, lanjut dia, baru ada lima personel yang bersertifikasi. APDI pun harus memastikan pilot bisa mengoperasikan drone dengan aman, bertanggungjawab, dan bermartabat. Karena untuk penerbangan drone penuh risiko. Dari Menhub pun menganggap drone sebagai pesawat. Bedanya, drone dijalankan tanpa awak.

Dengan begitu, Heri mengatakan, risiko sama dengan pesawat. Bisa tiba-tiba jatuh dan menabrak. Sehingga harus dilakukan mitigasi. Termasuk tidak merugikan masyarakat. “Jadi, kita harus punya rencana apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan harus bagaimana. Karena kita harus memikirkan keselamatan masyarakat,” paparnya. (aya/pra)

Magelang