RADAR JOGJA – Pembangunan jalan layang (flyover) dan semi underpass di Simpang Canguk, Kota Magelang sudah memasuki tahap pembayaran. Pembangunan infrastruktur ini bakal lebih dimasifkan, mengingat sering terjadi kemacetan di wilayah itu. Setelah tahap pembayaran rampung, rencananya pada Januari 2023, pembangunan itu bakal dilelang.

Nantinya, flyover dan semi underpass itu menjadi jalan penghubung utama Semarang-Jogja. Pembangunan ini tentu menjadi angina segar bagi warga. Lantaran selama ini, Simpang Canguk kerap menjadi lokasi rawan kemacetan lalu lintas. Terutama dari Jalan Urip Sumoharjo, Jalan Soekarno-Hatta, Jalan Telaga Warna, dan Jalan Raya Tegalrejo, Kabupaten Magelang.

Sekretaris Daerah Kota Magelang Joko Budiyono mengatakan, tahap pembayaran pengadaan tanah untuk proyek pembangunan flyover, sudah mencapai 90 persen. Sisanya masih dalam proses. Dia mengatakan, ada 109 bidang tanah milik warga dari dua kelurahan, yakni Rejowinangun Utara dan Wates yang terdampak. “Kami juga sudah berkoordinasi dengan Pengadilan Negeri Magelang Kelas IB apabila nanti belum ada kesepakatan uangnya, bisa dititipkan di sana,” ujarnya.

Nantinya, flyover akan dibangun dengan dua jalur. Baik dari arah Semarang-Jogja maupun sebaliknya. Sedangkan semi underpass dibangun dari arah Tegalrejo-Magelang. Selain itu, akan ada jalur khusus yang dapat digunakan warga agar melintas lebih cepat.

Ditemui terpisah, Ketua RW 21 Kelurahan Rejowinangun Utara Bambang Kurniawan menyebut, proses pembayaran di wilayahnya sudah mencapai 98 persen. Begitu juga dengan proses administrasinya. Tapi, ada beberapa yang belum diurus, seperti Masjid Jam’iyatur Rohmah yang terdampak lebih dari separuh bangunannya.

Dia belum mengetahui pasti rencana pembebasan lahan masjid tersebut. “Kalau rencana semula, katanya dikasih dana dari pemerintah, tapi kemarin kok ada yang survei lokasi dan akan datang material. Yang jelas, saya belum tahu untuk masjid mau diganti dana atau dibangunkan,” kata dia.

Kendati begitu, warga meminta agar sebelum pembangunan flyover dimulai, masjid tersebut segera dibangun. Meskipun tidak sepenuhnya jadi. Dengan begitu, warga yang biasanya melakukan ibadah di sana, tidak terganggu.

Dia menambahkan, di Kelurahan Rejowinangun Utara yang terdampak ada empat RT, tapi yang lebih dari 50 persen yaitu RT 1 dan 3 sekitar 80-an KK. Dengan total lebih dari 100 bidang tanah. Dia membeberkan, pembayaran itu sudah dilakukan pada Sabtu (16/12) lalu. Untuk batas akhir pengosongan rumah, dimulai enam bulan sejak pebayaran.

Saat proses pembayaran itu, kata dia, berjalan kondusif. Semua warganya menerima. Mengingat UGR yang diberikan dua kali lipat dari harga biasa. Bahkan, rumah dengan luas 310 meter persegi milik Bambang juga bakal habis. Dia mendapat uang ganti rugi (UGR) sejumlah Rp 2,2 miliar. “Kalau per meter harganya tetap di atas rata-rata. Kalau punya saya, Rp 6 juta lebih (per meternya).

Mulai dari tanah, bangunan, dan ada pohonnya,” sebutnya.
Sementara itu, seorang warga Arif Wahyu, 34 mengaku, tanah dengan luas sekitar 6.000-an meter persegi milik kakek-neneknya itu bakal dimanfaatkan sebagai kavling. Namun, dari jumlah itu, ada sekitar 200-an meter persegi yang diwakafkan untuk membangun masjid. Mengingat masjid yang berada di kelurahan itu, terdampak proyek flyover.

Dia mengatakan, kavling itu tidak hanya diperuntukkan bagi warga yang terdampak saja, melainkan secara umum. Di sana, ada beberapa warga yang bergotong-royong menebang pohon. Bahkan, rumah miliknya juga terdampak. “Rumah saya kena hampir setengahnya. Kalau tanah ini, rencananya untuk kavling dan wakaf masjid,” ujarnya. (aya/bah)

Magelang