RADAR JOGJA – Berkunjung ke Candi Borobudur di Magelang, serasa kurang lengkap jika tidak menyinggahi Museum Kapal Samudraraksa. Museum yang terletak di kompleks Candi Borobudur menawarkan sejarah kemaritiman Nusantara.

Museum ini berisi Kapal Samudraraksa, koleksi benda-benda bersejarah, hingga sinema interaktif petualangan Raka yang menggunakan teknologi digital animasi tiga dimensi. Untuk memasuki museum ini, pengunjung diwajibkan untuk memakai kaus kaki. “Dibuka mulai pukul 08.00 sampai 16.00 dengan tiket Rp 25 ribu, pengunjung akan mendapatkan pengetahuan tentang kapal tersebut,’’ kata Sri Alfiana, selaku pemandu museum, Selasa (8/11).

Kapal Samudraraksa ini merupakan pengejawantahan dari salah satu relief Candi Borobudur, Jataka-Avadana panel 86 dengan gambar kapal yang dilengkapi dengan dua layar tanjak dan cadik ganda. Sebagai penyeimbang kapal sekaligus penahan ombak. “Samudraraksa berarti pelindung lautan atau the guardian of the ocean. Kapal ini memiliki panjang 18,29 meter, lebar 4,50 meter, dan tinggi 2,25 meter. Namun, hanya mampu menampung 16 orang saja,’’ jelasnya.

Kapal Samudraraksa memiliki kecepatan 3-10 knot. Dengan kontruksi memanjang, kapal ini memiliki 16 tempat tidur dua tingkat. Di bagian tengah ada ruang navigasi untuk kaptennya. Sedangkan bagian paling belakang adalah dapur.

Pembuatan kapal digagas oleh seorang mantan prajurit angkatan laut Kerajaan Inggris bernama Phillip Beale. Pada 1982, dia berkunjung ke Candi Borobudur dan melihat relief berbentuk kapal dan berniat untuk merekonstruksi.

Setelah 20 tahun lamanya, desain kapal tersebut selesai dibuat. Pada 2002, bekerjasama dengan Departemen Kebudayaan dan Pariwisasta RI, dibentuklah tim ahli untuk membuat kapal ini.

Lantas, dengan bantuan Nick Burningham, arkeolog asal Australia dan As’ad Abdullah, pembuat kapal dari Sumenep, Jawa Timur, Kapal Samudraraksa berhasil dibuat. “Kapal ini dibuat dengan bantuan para nelayan Bugis juga dengan kurun waktu enam bulan,” jelasnya.

Setelah selesai, dilakukan uji coba pelayaran pertama dari Tanjung Benoa Bali melewati Surabaya menuju Pelabuhan Ancol. Hasil dari uji coba menyatakan bahwa Kapal Samudraraksa laik untuk berlayar di lautan.

Pada Agustus 2003, Kapal Samudraraksa melakukan ekspedisi atau napak tilas rute perdagangan kayu manis dari Ancol, Jakarta menuju Afrika Barat yang memakan waktu kurang lebih enam bulan hingga Februari 2004.

Ekspedisi Kapal Samudraraksa dinakhodai Kapten Laut (P) TNI Angkatan Laut Republik Indonesia I Gusti Putu Ngurah Sedana dengan awak kapal sebanyak 27 orang yang berasal dari berbagai negara. Lantaran daya tampungnya hanya 16 orang, mereka akan naik secara bergantian setiap titik transit.

Setelah sampai di Afrika, kapal tersebut dibongkar lalu dikirim ke Indonesia. Lantas, dirakit kembali dan dibuatlah Museum Kapal Samudraraksa agar tetap terjaga dan dipelihara dengan baik. Pada 2005, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat RI Prof Dr Alwi Shihab meresmikan museum ini.

Dia menambahkan, kontruksi kapal menggunakan pasak dan getah dari pohon damar. Untuk pasaknya, menyambungkan antar kayu dan getah dari pohon damarnya berfungsi agar kapal tidak mudah bocor. Dengan kata lain, sebagai perekat pengganti lem.

Untuk menambah daya tarik museum, juga dibuat lantai berupa kaca. Seakan ada laut di bawahnya. Pengunjung bisa melihat aneka hewan laut lewat animasi tersebut. Selain itu, juga ada pemutaran film yang dikemas dengan sinema interaktif sepanjang 115 meter tentang sejarah kemaritiman Nusantara. Dari abad ke-8 hingga era sekarang ini.

Dalam sinema ini juga terdapat karakter fiktif bernama Raka yang mengajak pengunjung untuk melintasi ruang dan waktu melihat perjalanan kemaritiman Nusantara. Bahkan, pengunjung bisa dapat berinteraksi langsung jika mengayunkan tangan di dekat LED tersebut. Lalu, akan muncul lumba-lumba hingga tanaman. (aya/din)

Magelang