RADAR JOGJA – Sebanyak 28 lampion dengan berbagai warna, diterbangkan. Membawa harapan baik agar sektor pariwisata di Kabupaten Magelang, khususnya wisata baru bernama Terasering Menoreh di Desa Ngargogondo, Kecamatan Borobudur akan berkembang.

Harapannya, terasering ini menjadi satu wisata penyangga Candi Borobudur. Sehingga pengunjung akan menyebar ke kawasan Borobudur. Perekonomian pun akan kembali pulih. Pengelola Terasering Menoreh Ngargogondo Hani Sutrisno menuturkan, penerbangan lampion yang berjumlah 28 ini, sekaligus mengisyaratkan soal Sumpah Pemuda. Jika dirunut, angka 28 itu merupakan perkalian dari 7 x 4. Tujuh dalam bahasa Jawa berarti pitu. “Yang dimaksudkan adalah pitulungan agar pariwisata bangkit dan memberi kesejahteraan bagi warga,” jelasnya, Sabtu malam (29/10).

Sebetulnya, kata dia, wisata ini sudah dibentuk pada 2020. Warga setempat berpikir keras untuk menjadikan desanya ramai. Saat itulah, Kepala Desa Ngargogondo memberikan kesempatan kepada Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) untuk mengelola tanah bengkok dusun.

Tanah tersebut lantas disewa selama 20 tahun. Kemudian, dikembangkan menjadi destinasi wisata baru. Hani menyebut, pengelolanya dari Pokdarwis. “Kami mendapat alokasi dana dari pemerintah desa 51 persen, sisanya iuran dari warga,” sebutnya.

Hingga saat ini, ada beberapa spot yang bisa dimanfaatkan oleh pengunjung. Terlebih, terasering tersebut mengusung konsep Glamour Camping. Bagi yang hendak menginap, disediakan penginapan dengan fasilitas AC dan air panas sebesar Rp 750 ribu.

Untuk tenda biasa, pengunjung dapat membayar Rp 400 ribu-Rp 600 ribu. “Kalau masuk sini, rencananya Rp 15 ribu per orang dan sudah gratis satu jagung bakar panas,” ujar Hani.

Rencananya, wisata ini bakal diresmikan November mendatang. Terasering Menoreh ini, lanjut Hani, akan terus dikembangkan. Agar pengunjung tidak lantas kecewa dengan fasilitas yang ada.

Sementara itu, Ketua Pesona Magelang Kirno Prasojo menuturkan, destinasi baru bernama Terasering Menoreh ini menjadi pelengkap di Kawasan Candi Borobudur. “Apalagi sudah ada pembatasan, jadi kami butuh penyangga-penyangga yang menjadi alternatif di kawasan tersebut,” bebernya.

Bahkan, daya tarik wisata tersebut ada atas inisiasi masyarakat setempat. Juga dikelola oleh mereka, tanpa adanya investor dari luar. Sehingga pendapatannya akan kembali kepada masyarakat dan mengangkat perekonomian mereka. (aya/pra)

Magelang