MUNGKID – Pengelolaan Candi Borobudur dinilai hanya berorientasi keuntungan. Karenanya, semua itu mengakibatkan bangunan candi kehilangan ruh sebagai peninggalan agama Buddha.
“Borobudur seperti terpisah dari sisi spiritualnya. Orang Buddha menikmati hanya saat Waisak saja,” kritik Anggota Komisi B DPRD Provinsi Jateng Nunik Sri Yuningsih kemarin (27/1).
Ia mengatakan, hal tersebut saat kunjungan Komisi B DPRD Provinsi Jawa Tengah ke unit Borobudur PT Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko. Rombongan datang memantau perkembangan pariwisata dan perekonomian masyarakat sekitar. Rombongan dipimpin Wakil Ketua Yudi Sancoyo dan diterima Direktur Administrasi Keuangan dan SDM Purwanto.
Hadir juga Dinas Kebudayaan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Magelang.
Nunik menilai, pemanfaatan Candi Borobudur yang berorientasi pada keuntungan menghilangkan ruh bangunan peninggalan agama Buddha. Bahkan, ia tidak menjumpai adanya fasilitas yang bisa dipergunakan bagi umat Buddha sebagai sarana berdoa atau melaksanakan ritual.
“Dari situ, pengelolaannya seperti dipisahkan dari ruh spiritualnya,” sindirnya.
Pada kunjungan tersebut, para wakil rakyat juga menilai, program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL) PT TWC masih lemah. Ini dibuktikan dengan masih banyaknya persoalan sosial di candi.
“Dalam Undang-Undang BUMN Nomor 19 Tahun 2003 disebutkan, semangat pendirian BUMN paling utama adalah memberikan sumbangsih pada masyarakat. Itu diatur lebih tinggi dibandingkan kewajiban meraih laba,” imbuh Ferry Firmawan, anggota Komisi B DPRD Provinsi Jawa Tengah.
Ia menilai, kegiatan PKBL Borobudur masih lemah. Ini dibuktikan dengan perkembangan perekonomian masyarakat di Borobudur yang kalah dibandingkan kecamatan lain.
” Kecamatan Borobudur menjadi salah satu kecamatan termiskin di Kabupaten Magelang,” kritiknya.
Dijelaskan, setiap tahunnya Borobudur dikunjungi jutaan wisatawan dalam negeri maupun asing. Namun, tidak memberikan sumbangsih pada pendapatan daerah.
Direktur Administrasi Keuangan dan SDM Purwanto mengakui, program bina lingkungan masih sangat lemah. Ia mengaku, skala usaha yang dikelola belum besar, sehingga kapasitas untuk membina lingkungan sekitar juga terbatas.
“Pada dasarnya pengembangan kawasan pariwisata perlu dilakukan percepatan. Sejauh ini, kami juga bersinergi dengan BUMN lain untuk melaksanakan kerja sama PKBL,” katanya.
Purwanto mengatakan, jika perusahaan juga memberikan kontribusi ke pemerintah daerah.Di antaranya, melalui retribusi parkir, pajak PBB, dan sharing program pembangunan di kawasan wisata.
“Kami membangunkan gapura dan patung Soekarno-Hatta. Juga membantu pemberdayaan masyarakat di sekitar taman wisata,” akunya.(ady/hes/ong)