
MEMBELUDAK: Warga antusias mengikuti prosesi Nyadran Agung Pemkab Kulonprogo di Alun-Alun Wates, (14/3).(DOK HUMAS KP)
RADAR JOGJA – Pemkab Kulonprogo kembali menghelat Nyadran Agung, Selasa (14/3). Kegiatan yang dipusatkan di Alun-alun Wates (Alwa) ini sempat vakum selama pandemi Covid-19. Tak heran jika ajang tahunan ini mendapat sambutan antusias warga masyarakat. “Ada 20 gunungan ludes diperebutkan,” ucap Kepala Dinas Kebudayaan Kulonprogo, Niken Probo Laras di sela acara.
Dijelaskan, Nyadran Agung kali pertama digelar 2004 silam, dan kini sudah ditetapkan menjadi ikon Kulonprogo. Bahkan masuk dalam agenda penting dalam Calendar of Event Dinas Kebudayaan Kulonprogo Tahun 2023. “Nyadran Agung ini momen silaturahmi masyarakat dari berbagai latar belakang di Kulonprogo. Para perantauan juga menyempatkan pulang dan hadir mengikuti kegiatan ini,” jelasnya.
Menurutnya, kegiatan ini juga bertujuan mempertebal iman dan takwa kepada Tuhan, sarana mengirim doa kepada para leluhur, sekaligus menjadi media silaturahmi antara pemerintah dengan masyarakat serta melestarikan adat dan tradisi lokal.
Fitriani, 40, warga Wates mengungkapkan, rasanya senang sekali setelah bertahun-tahun tidak ada karena covid. Momentum yang sangat dirindukan yakni rayahan gunungan. “Asyik banget tadi rebutan isi gunungan. Saya dapat banyak ada terong, cabai, jagung, dan padi. Saya bawa pulang semoga menjadi berkah,” ungkapnya.
Prosesi Nyadran Agung diawali dengan kirab budaya yang diikuti oleh perwakilan kapanewon, pejabat, tokoh masyarakat, hingga seniman. Mereka berjalan kaki sejauh 1 KM dari Kantor DPRD Kulonprogo menuju lokasi acara di Alun-Alun Wates.
Mereja membawa 20 gunungan yang berisi hasil bumi, seperti sayur mayur, buah-buahan, hingga tumpeng. Dari 20 gunungan itu, ada tiga gunungan yang dipilih menjadi gunungan utama. Gunungan pertama berisi apem yang bermakna nyuwun pangapunten (Bahasa Jawa) artinya permintaan maaf kepada Tuhan atas segala kesalahan yang diperbuat manusia.
Sedangkan gunungan kedua berisi tumpeng yang diartikan sebagai doa keselamatan. Hal ini karena bentuk tumpeng yang mengerucut laiknya cara doa manusia yang ditujukan ke atas untuk Sang Pencipta. Adapun gunungan ketiga yaitu hasil bumi bermakna rasa syukur manusia karena sudah diberikan kelimpahan rejeki dari Tuhan.
Sampai di Alun-Alun Wates, kemudian digelar ikrar nyadran dan doa bersama. Prosesi terakhir dan yang paling dinantikan masyarakat yaitu rayahan gunungan. (tom/din)