
STOK BERLIMPAH: Petani tengah menunjukkan beras hasil panen di Kulonprogo. Mereka menolak rencana kebijakan pemerintah yang akan melakukan impor 1 juta ton beras ke Indonesia. (IWAN NURWANTO/RADAR JOGJA)
RADAR JOGJA – Petani di Kulonprogo menolak rencana kebijakan pemerintah pusat yang akan melakukan impor 1 juta ton beras. Hal itu didasari karena para petani khawatir merugi karena beras lokal bakal bersaing dengan beras luar negeri.
Salah satu petani di wilayah Temon, Setya mengungkapkan bahwa produksi beras di Kulonprogo terbilang sangat melimpah. Sehingga, menurutnya pemerintah tidak perlu melakukan impor beras.
Dia menjelaskan, setiap tahun hasil panen petani di wilayahnya bahkan bisa melebihi kebutuhan masyarakat. Karena setiap masa tanam padi, para petani setidaknya bisa dua kali panen.
“Saya jelas kurang setuju, karena apabila ada impor maka hal itu akan sangat merugikan para petani,” ujarnya saat ditemui, Kamis (18/3).
Selain dirundung masalah rencana impor, saat ini Setya juga mengeluhkan rendahnya harga jual gabah. Harga jual gabah panen saat ini hanya dibandrol Rp 3.000 rupiah per kilogram. Padahal, bila harga normal harga gabah bisa mencapai Rp3.800.
“Belum impor saja sudah anjlok, apalagi kalu impor pasti harganya akan turun lebih banyak lagi,” keluh Setya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kulonprogo, Aris Nugroho mengatakan setiap tahun hasil pertanian padi di Kulonprogo bisa mengalami surplus hingga 44.000 ton. Sehingga dia memastikan bahwa stok gabah di Kulonprogo dipastikan sangat mencukupi.
Aris menambahkan, produksi padi di Kabupaten Kulonprogo pada 2020 lalu saja bisa mencapai 126.003 ton. Hasil tersebut diperoleh dari luas lahan padi sebesar 19.038 hektar. “Saya sangat mengapresiasi kepada para petani yang telah mengelola lahan dengan baik. Sehingga berhasil panen cukup besar,” ujar Aris. (inu/bah)