
TURUN : Kapolda DIJ Irjen Pol Suwondo Nainggolan menuturkan angka kejahatan di Jogjakarta sepanjang 2022 turun. (DWI AGUS/RADAR JOGJA)
RADAR JOGJA – Kapolda DIJ Irjen Pol Suwondo Nainggolan menuturkan angka kejahatan di Jogjakarta sepanjang 2022 turun. Berdasarkan data terbaru mencapai 4.710 kasus kriminal pada 2022. Sebagai perbandingan pada 2021 mencapai 4.886 kasus kriminalitas.
Dari data tersebut juga terjadi peningkatan penyelesaian kasus. Catatan 2021 mencapai 2.885 kasus yang terselesaikan. Untuk catatan terbaru pada 2022 mencapai 3.128 kasus yang berhasil diselesaikan.
“Untuk angka kriminalitas turun 3,6 persen atau 176 kasus. Sementara penyelesaian kasus meningkat 8,42 persen atau selisih 243 kasus,” jelasnya saat menyampaikan Laporan Akhir Tahun Polda DIJ di Hotel Merapi Merbabu, Sabtu (31/12).
Melalui data ini, Suwondo ingin memastikan jajaran Polda DIJ bekerja secara serius. Terutama untuk menekan angka kriminalitas di Jogjakarta. Sehingga mampu memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat.
“Hal ini penting terutama menyampaikan ke publik bahwa tujuan kegiatan kepolisian memberikan rasa aman. Jadi salah satu indikatornya adalah angka kejahatan. Dengan penyelesaian perkara,” katanya.
Dalam kesempatan ini Polda DIJ juga berhasil menyelamatkan uang negara. Melalui penyidikan Ditreskrimsus Polda maupun jajaran Polres dan Polresta. Sebagai perbandingan kisaran Rp 1,4 Miliar pada 2021 dan Rp. 4,9 Miliar pada 2022.
Sementara untuk kecelakaan lalulintas meningkat. Dari awalnya 5.350 kejadian pada 2021 menjadi 6.530 kejadian pada 2022. Korban meninggal sebanyak 406 jiwa pad 2022 an 452 jiwa pada 2021.
“Data ini tentu menjadi pelecut kami untuk lebih baik dalam melayani masyarakat. Menekan angka kriminalitas dan kecelakaan lalulintas lalu memberikan rasa aman dalam ketertiban masyarakat,” ujarnya.
Wakil Rektor UGM Arie Sujito mengapresiasi kinerja Polda DIJ. Turunnya angka kriminalitas menjadi bukti upaya preventif terus berjalan. Namun data ini juga harus menjadi tantangan untuk meningkatkan prestasi.
Data ini sekaligus dapat menjadi literasi publik. Terutama atas capaian ungkap kasus Polda DIJ selama satu tahun terakhir. Ini karena informasi yang sampai ke masyarakat kerap terdistorsi dan tak tersampaikan.
“Terjadi distorsi luar biasa sejak era media sosial. Guncangan informasi melalui produksi media sosial tidak diikuti dengan kapasitas dan menyebabkan benturan. Capaian setahun ini tentu diapresiasi tapi juga PR kedepannya,” katanya.
Arie juga mendorong agar Polda DIJ intens berkolaborasi dengan masyarakat. Terutama dalam mengantisipasi konflik yang timbul di masyarakat. Sehingga mampu memberikan langkah preventif lebih awal.
“Kuncinya hulu harus dipecahkan terutama yang berdampak pada kekerasan, hoax, hate speech. Sehingga komitmen Polda kolaborasi harus kuat,” pesannya. (dwi)