
DOLINDUNGI : Patroli Cyber Satreskrim Polresta Jogja berhasil melacak pelaku penjualan satwa dilindungi. Pelaku atas nama Redo Josy Prakoso alias Ambon ditangkap di kediamannya di Karangturi, Semarang, Jawa Tengah. (DWI AGUS/RADAR JOGJA)
RADAR JOGJA – Satreskrim Polresta Jogja berhasil melacak pelaku penjualan satwa dilindungi. Sosok tersebut bernama Redo Josy Prakoso alias Ambon. Pria berusia 26 tahun ini ditangkap di kediamannya di Karangturi, Semarang, Jawa Tengah. Dari rumahnya disita 7 ekor Kukang Jawa, 1 ekor Binturong, 1 ekor Buaya Irian dan 1 ekor Buaya Muara.
Kasatreskrim Polresta Jogja Kompol Andhyka Donny Hendrawan menuturkan tersangka ditangkap Jumat malam (15/10). Saat proses penangkapan, pihaknya melakukan koordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Guna memastikan status jenis satwa yang diperjualbelikan.
“Berawal dari patroli cyber anggota Unit 5 Satreskrim Polresta Jogja dan menemukan adanya transaksi mencurigakan pada hari Jumat tanggal 15 Oktober 2021 pukul 16.00 WIB. Sosok dengan akun Facebook inisial RJ memperjualbelikan satwa yang dilindungi,” jelasnya ditemui di Gembira Loka Zoo (GL Zoo) Jogjakarta, Jumat (22/10).
Penyidik, lanjutnya, menemukan transaksi ini grup Facebook Grup Ingon – Ingon Semarang (GIIS). Setelahnya melakukan pemeriksaan atas akun Facebook tersebut. Hingga akhirnya didapatkan alamat rumah di Karangturi, Semarang Timur.
Andhyka menegaskan transaksi jual beli Kukang Jawa adalah ilegal. Meski tidak terancam punah, namun satwa ini tergolong dilindungi. Sehingga tak bisa diperjualbelikan bahkan dipelihara layaknya hewan rumahan.
“Penjualan sudah berjalan 3 bulan melalui akun di media sosial Facebook. Tersangka ini dapat satwa juga secara online. Lalu dijual dengan harga untuk Kukang Jawa sekitar Rp. 750 ribu, Binturong Rp. 34 juta, Buaya Muara dan Buaya Irian masing-masing sekitar Rp 1 juta,” katanya.
Atas aksinya ini, Josy dijerat dengan Pasal 40 ayat (2) Jo Pasal 21 ayat (2) UU RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Jo Pasal 84 ayat (2) KUHP. Berbicara tentang larangan menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.
“Ancaman hukumannya pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp.100 Juta,” ujarnya.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Jogjakarta Untung Suripto mengakui transaksi satwa dilindungi di Jogjakarta cukup marak. Tak hanya bertindak sebagai penjual tapi juga pembeli. Terbukti dengan maraknya kasus yang terungkap oleh jajaran Polda DIJ.
Proses transaksi, lanjutya, kerap memanfaatkan media sosial. Sehingga penjualan bisa berlangsung antar wilayah. Satwa-satwa yang diperjualbelikan juga berasal dari daerah yang berbeda-beda.
“Perdagangan online saat ini sangat marak, karena komunikasii sistem penjualan mudah dan bisa dari mana saja. Seperti yang diungkap Polresta, penjualnya ada di Semarang,” katanya.
Terkait jenis satwa, Untung memastikan seluruhnya tergolong dilindungi. Mayoritas keinginan pembeli menjadikan satwa liar ini sebagai hewan domestikasi. Artinya mengubah satwa liar menjadi hewan rumahan yang bisa dipelihara.
Tak hanya sebagai peliharaan, pengobatan juga menjadi motif transaksi. Beberapa organ tubuh satwa diyakini dapat menjadi obat. Alhasil perburuan dan transaksi ilegal terhadap satwa liar semakin marak.
“Kukang Jawa ini dulu sub spesies Kukang Sunda, sekarang jadi spesies tersendiri. Kukang selain untuk kesenangan eksotis juga informasinya dipakai juga untuk obat. Ini yang perlu diwaspadai,” ujarnya.
Untuk kondisi kesehatan satwa sitaan, khususnya Kukang dalam kondisi baik. BKSDA juga merekomendasikan untuk segera melepas liarkan satwa tersebut. Agar Kukang tak menjadi stres karena terlalu lama dalam kandang.
“Berdasarkan pengamatan dokter, cek kesehatan dan fisik direkomdasikan untuk melepas liarkan langsung. Tapi ini tergantung penyidik dan kejaksaan karena wewenang disana. Kalau satwa lainnya menyesuaikan,” katanya. (dwi)