RADAR JOGJA – Kota Jogja terpilih menjadi salah satu dari 302 wilayah yang ditetapkan sebagai lokasi percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. Tercatat, ada 3.674 kepala keluarga (KK) di Kota Jogja masuk daftar Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE).
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Jogja Agus Tri Haryono mengatakan, kemiskinan merupakan salah satu isu strategis. Oleh sebab itu, penghapusannya masuk dalam rencana pembangunan daerah (RPD) Kota Jogja 2023-2026. Melalui pendekatan partisiparotis, Agus berharap terakomodasi aspirasi dari berbagai pihak. “Aspirasi berupa usulan pembangunan yang bertujuan untuk penanggulangan kemiskinan,” paparnya dalam musrenbang di Ruang Yudistira Balai Kota Jogja kemarin (20/3).
Aspirasi yang diusulkan, nantinya akan diolah. Sehingga usulan pembangunan berorientasi pada penanggulangan kemiskinan untuk pelaksanaan tahun 2024.
Agus membeberkan, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) angka kemiskinan di Kota Jogja berhasil turun 1,07 pada 2022. Dari 7,69 pada 2021, menjadi 6,62 pada 2022. Selanjutnya ditergetkan, angka kemiskinan di Kota Jogja berkisar 7,57-6,61 pada 2023.
Mengutip data kemiskinan dari Dinsos Nakertrans Kota Jogja, ada 79.121 jiwa. Jumlah tersebut terdiri dari 17.451 KK. Sementara kemiskinan ektrem ada sebanyak 13.151 yang terdiri dari 3.674 KK. “Ini jadi tugas bersama untuk menghapusnya sesuai tugas pemerintah pusat,” ujarnya.
Penjabat (Pj) Wali Kota Jogja Sumadi menegaskan, beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam upaya penghapusan kemiskinan di Kota Pelajar. Salah satunya adalah perbedaan data.
Pemkot Jogja mengakomodasi data kemiskinan berdasar Nomor Induk Kependudukan. Sementara survei yang digunakan oleh BPS merupakan data domisili. Padahal, tidak semua warga yang tinggal di Kota Gudeg ber-KTP Jogja. “Itu nanti akan kami coba komunikasikan bersama. Kota Jogja, pada 2022 sensus (jumlah warganya, Red) 386 ribu orang. Tapi kami juga kedatangan pelajar dan mahasiswa yang belajar di sini,” jelasnya.
Rencana penghapusan kemiskinan yang dilakukan oleh Pemkot Jogja terbatas pada NIK. Lantaran pengguna anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) memberikan ketentuan yang demikian. “Tinggal dan tidak ber-NIK Kota Jogja kadang tidak kami rencanakan. Karena APBD dalam ketentuannya untuk warga kami (Kota Jogja, Red),” jabarnya.
Oleh sebab itu, dalam upaya memaksimalkan program, Pemkot Jogja menarik berbagai sektor. Untuk ikut terlibat dalam penghapusan kemiskinan di Kota Jogja. Gerakan pentahelik dilakukan bersama perguruan tinggi, komunitas, korporasi, masyarakat, yang didukung Pemkot Jogja. “Semua kami libatkan,” tandasnya. (fat/din)