RADAR JOGJA – Jaga Kebugaran di Tengah Kesibukan Para Penceramah saat Ramadan Tiba
Ramadan menjadi bulan yang sibuk bagi para kiai atau ustad. Mulai mengisi pengajian, tausiah hingga ceramah atau kajian Islam selama bulan suci Ramadan. Tak terkecuali bagi KH Syahroini Djamil dan Muhammad Nur Islami. Seperti apa kesibukan mereka?
MEITIKA CANDRA-SITI FATIMAH, Radar Jogja
KH Syahroini Djamil setiap hari kedapatan berkah untuk mengisi tausiah di berbagai kegiatan. Mulai masjid lokal di kampungnya, Kapanewon Sewon, menjadi imam dan mengisi khotbah dalam agenda Safari Ramadan bersama Bupati Bantul Abdul Halim Muslih maupun Wabup Joko Purnomo.
“Sudah hal biasa mengisi acara itu. Minimal sehari sekali, tapi juga bisa sampai tiga kali,” ungkap Syahroini saat dihubungi Radar Jogja kemarin (19/3).
Kegiatan padat dia lakoni mulai dari imam subuh di masjid wilayahnya, Kapanewon Sewon. Kemudian siang hari biasa di Kanwil Ditjen Pajak, sore maupun malamnya biasa diundang mengisi di lokasi-lokasi lainnya.
Syahroini mengaku, sudah 30 tahun menjadi penceramah. Tepatnya sejak dia masih muda dan tertarik di bidang itu. Karena saking kerapnya membawakan materi ceramah, kadang dia membawakan materi spontan. Baginya, materi sudah di luar kepala. Dengan pembawaan yang enerjik dan asyik, mampu menggugah semangat jemaah masjid dan para peserta lain.
Selain di masjid kampungnya, rutin setiap subuh dia diminta mengisi kuliah subuh di masjid Jalan Karangjati, Kasihan, Bantul. Ditambah rutin lima hari sekali mengisi ceramah di masjid tetangga padukuhan.
“Kadang materi sudah ada pilihan, langsung dijadwalkan dari panitia. Tetapi ada pula yang materinya dari saya,” wakil Khatib Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Bantul ini.
Di awal Ramadan, materi yang diajarkan tentang menjaga kualitas puasa. Bagaimana berpuasa degan benar. Dan mempersiapkan sebulan ke depan menjaga kualitas badan tetap prima. “Misalnya jangan sampai sekadar puasa. Jangan sampai ghibah sehingga membatalkan puasa,” bebernya.
Kemudan di pertengahan Ramadan, ada beberapa hal yang bisa diangkat, antara lain, Nuzulul Quran, menyemangati belajar Alquran, karena bisa menjadi titik awal dimotivasi dan lainnya di akhir. Kemudian mendekati akhir Ramadan, tema-tema seperti silaturahim banyak ditekankan.
“Saat Nuzulul Quran kami mendorong, mengajak masyarakat yang belum bisa agar membaca Alquran setiap hari,” kata pegawai Baznas Bantul ini.
Untuk menjaga agar tubuh tetap fit di tengah padatnya aktivitas, Syahroini tetap membagi waktu untuk istirahat di siang hari. Lalu ketika sahur, menghindari minum teh manis agar siangnya tidak lemas dan mudah dehidrasi.
Untuk lebih memantapkan diri, menyambut Ramadan dengan hati yang bahagia. “Saat puasa jangan ghibah dulu, karena dalam Alquran menggibah itu buruk. Diibaratkan memakan bangkai saudara sendiri. Jadi, mari kita hindari itu,” ajaknya.
Selain KH Syahroini Djamil, Ustad Muhammad Nur Islami menjadi salah satu penceramah yang mulai kebanjiran permohonan. Utamanya dalam mengisi tausiah subuh. “Iya, sudah mulai menerima permintaa untuk mengisi ceramah,” bebernya kepada Radar Jogja kemarin (19/3).
Pria 61 tahun ini mengungkapkan, permintaan yang masuk kepadanya juga untuk mengisi ceramah di sela tarawih. Namun permintaan untuk mengisi kegiatan takjilan belum banyak. “Banyak, masih di sela tarawih dan subuh. Takjilan juga ada, tapi sedikit,” paparnya.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini mengaku menjaga kondisi tubuh, agar tetap bugar selama menjalani ibadah puasa. Kendati dirinya memiliki kegiatan tambahan berupa ceramah di berbagai lokasi. “Saya tetap olahraga,” ungkapnya.
Untuk menjaga pikiran agar tetap fresh, Nur memperbanyak silaturahmi. Selain itu menyediakan agenda untuk rekreasi. Karena pikiran yang segar memudahkannya dalam menyusun materi ceramah. “Saya bikin sendiri (materi ceramah, Red),” sebutnya.
Nur pun mengaku ada kenikmatan tersendiri dalam kegiatannya menyampaikan ceramah. Sebab dia membagi ilmunya untuk menyampaikan ayat-ayat Allah. “Bikin hati tenteram. Mengajak orang berbuat baik, juga banyak teman,” tuturnya.
Nah dalam aktivitasnya yang bertambah saat Ramadan, Nur menyebut keluarganya mengerti. Sehingga tidak ada kecemburuan. “Kebetulan saya seorang dosen dan ustad, meskipun di tingkat kampung. Istri dan anak saya tahu hal itu,” tambahnya. (laz)