RADAR JOGJA – Keraton Jogja dipastikan tidak akan melepas tanah kasultanan atau Sultanaat Grond (SG) untuk proyek pembangunan strategis nasional jalan tol yang melewati wilayah Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ). Alasannya apabila tanah habis, maka keistimewaan ikut tergerus.
Gusti Bendara Pangeran Haryo (GBPH) Prabukusumo menyayangkan hal tersebut. Adik dari Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan Hamengku Buwono X ini lantas mengingat sosok ayahnya yang terkenal sebagai raja yang dermawan dan mengutamakan kepentingan rakyat.”Kan bisa membandingkan jaman Bapak Dalem, Sri Sultan HB IX seperti apa kok sekarang seperti itu. Solusinya kan banyak. Bisa diserahkan kepada negara, untuk kepentingan negara kan kepentingan rakyat. Itu satu (solusi pertama, Red),” ujarnya, Rabu (15/3).
Solusi lain yang diutarakan Gusti Prabu, sapaan akrab GBPH Prabukusumo ialah bisa dilakukan sistem tukar guling. Dengan begitu tanah yang dimiliki Keraton Jogja tidak akan menyusut. Sebab ada tanah pengganti.
” Butuhnya berapa, pokoknya diganti, kan bisa. Semua kan bisa dilakukan dilakukan. Solusi-solusinya kan begitu. Cuma itu aja sebetulnya,” ujarnya.
Menurutnya para pendahulu sudah lebih dulu melakukan hal itu. Banyak tanah yang digunakan untuk kepentingan umum dan diutamakan kepentingan rakyat. Prabukusumo bahkan mencontohkan beberapa diantaranya.”Serahkan saja, ngapain, dari eyang-eyang juga begitu kok. Seperti tanah dipakai (RS) Panti Rapih, RS Betesda, UGM, dan sebagainya. Dipakai selamanya, coba. Saya tuh isin,” jelasnya.
Sebelumnya, Raja Keraton Jogja sekaligus Gubernur DIJ Hamengku Buwono X angkat bicara ihwal pemanfaatan Sultanaat Grond (SG) untuk proyek strategis nasional jalan tol di wilayah DIJ. Pemakaian dibolehkan namun keukeuh tidak boleh dibeli. “Gak ada masalah, dipakai prinsip kan gak ada masalah dipakai. Tapi tidak dibeli nggih,” tegasnya.
HB X menegaskan keistimewaan DIJ salah satunya berkaitan dengan tanah. Jika tanah SG terbeli dan habis maka keistimewaan DIJ bisa tergerus. Mekanismenya masih berproses. Sedang dibicarakan lebih lanjut. Termasuk besaran sewa yang dibebankan apabila itu sistem sewa. Pemanfaatan tanah juga diikat dengan kekancingan dari Keraton Jogja.”Kalau SG entek terus opo?,” ujarnya.
Sementara itu, bukan tanpa alasan bagi Gusti Prabu menyebut sosok ayahnya yang terkenal sebagai raja yang bertahkta untuk rakyat. Sosok Sri Sultan Hamengkubuwono IX tidak hanya berperan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Bernama asli Gusti Raden Mas Dorodjatun, salah satu hal yang tidak akan pernah dilupakan rakyat Jogja ialah saat dia menyelamatkan rakyat dari kerja paksa (romusha) oleh Jepang. Sekitar 1944.
Wujud nyata dari Takhta untuk Rakyat salah satunya ditunjukkan dengan pembangunan Selokan Mataram yang saat ini masih eksis dan berfungsi dengan baik. Sultan HB IX berhasil membujuk Jepang untuk membuat saluran yang panjangnya sekitar 30,8 kilometer yang dapat mengairi areal pertanian seluas 15.734 hektare.
Jepang merasa diuntungkan dengan pembanguanan saluran dan pintu air yang dikenal dengan sebutan Selokan Mataram, dalam bahasa Jepang disebut Gunsei Hasuiro dan Gunsei Yosuiro itu. Karena pertanian akan meningkat dan Jepang mendapat banyak keuntungan. Di sisi lain, rakyat Jogja terhindar dari romusha dan itu yang menjadi tujuan utama Sultan HB IX. (lan/din)