RADAR JOGJA – Pada September tahun lalu tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) Piyungan disemprot eco-enzym. Tujuannya untuk mengurangi bau dan mempercepat proses penguraian sel sampah. Eco-enzym yang digunakan pun ‘dimpor’ dari Batu.

“Ya pada tahun lalu kami dimintai tolong dari PMI Pusat, karena sudah sering kerja sama, untuk menyemprotkan eco-enzym di TPST Piyungan,” kata Fungsional Pengendali Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Batu Eni Maulidia di sela menerima kunjungan dari pimpinan DPRD Kota Jogja, Senin (6/3). Eco-enzym, kata dia, berfungsi untuk mengurangi bau sampah di TPST. Juga untuk membantu proses kompos sampah. “Sampai untuk lindi juga bisa,” tambahnya.

Eni mengakui memang banyak permintaan penyemprotan eco-enzym hasil produk dari Batu. Dia tidak tahu persis alasannya. Hanya memperkirakan, karena eco-enzym yang dihasilkan dari Batu dari produk organik, buah-buahan atau sayuran. Seperti dari apel, yang banyak terdapat di pasar atau sentra oleh-oleh. Secara resmi, DLH Batu belum pernah menghitung berapa total produksi eco-enzym. “Hanya pernah sekali panen pernah tujuh ton,” ungkapnya.

Dia pun menjelaskan proses pembuatan eco-enzym membutuhkan waktu tiga bulan. Cukup dengan menyediakan wadah toples. Dengan perbandingan isi 1:3:10. Yang artinya diisi molase yaitu air gula merah tebu satu kilogram, sampah organik tiga kilogram dan air bersih 10 liter. Di Batu sendiri, untuk mengurangi sampah organik yang dibuang ke TPTPA Tlekung, DLH memberikan secara cuma-cuma wadah ke warga dan komunitas. Bahkan sudah terbentuk relawan eco-enzym. “Ada relawan yang bahkan mengambil sampah buah di pasar,” jelasnya.

Eni menambahkan, pembuatan eco-enzym menjadi salah satu upaya yang dilakukan DLH Batu dalam pengolahan sampah. Hal lainnya yang dilakukan dengan mengaktifkan bank sampah. Sejak mulai dirintis pada 2018 lalu, kini sudah berdiri 208 bank sampah di 19 desa dan lima kelurahan di Batu. Hal lainnya dengan pembuatan composter juga memaksimalkan proses daur ulang. Yang produknya di-display di Bank Sampah Induk Batu.

Kepala Bidang Pengolahan Sampah dan Limbah B3 DLH Batu Vardian Budi menambahkan, sama dengan persoalan Kota Jogja, Batu memiliki kendala dengan TPA Tlekung yang hampir overload. Diperkirakan hanya bisa bertahan sampai 2024 mendatang. Diakuinya, persoalan mendasar adalah menggugah kesadaran masyarakat. Karena itu, pelan-pelan, termasuk dengan memberikan bukti dampak nyata pengolahan sampah, tak ada lagi penolakan masyarakat. “Seperti bank sampah, setelah tahu manfaatnya, banyak masyarakat yang aktif,” ungkapnya.

Ketua DPRD Kota Jogja Danang Rudyatmoko mengatakan persoalan Kota Jogja dan Batu terkait pengolahan sampah sama. Kapasitas TPST Piyungan dan TPA Tlengkung hampir penuh. Dengan berbagai inovasi yang dilakukan Batu, bahkan bisa membantu dalam penyemprotan eco-enzym di TPST Piyungan. Danang menyebut, inovasi eco-enzym yang juga bisa dimanfaatkan untuk bahan sabun pel, hendaknya juga mulai dipraktikkan di Jogja. “Jadi bukan sekadar zero sampah anorganik tapi juga pengolahan sampah organik, yang di antaranya bisa jadi eco-enzym,” pesannya. (pra)

Jogja Utama