RADAR JOGJA – Yogyakarta International Airport (YIA) belum menjadi pilihan utama bagi pelaku UMKM di daerah untuk ekspor. Para eksportir pun lebih memilih bandara lain untuk mengekspor produk-produknya.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) DIJ Syam Arjayanti mengatakan, belum banyaknya pilihan operator ekspedisi ke luar negeri menjadi kendala UMKM untuk mengekspor produk-produknya. Selain itu, kepastian jadwal penerbangan kargo yang belum pasti juga masih menjadi kendala.
“Sebenarnya ekspor itu nggak masalah lewat YIA. Lebih mahal sedikit nggak masalah, asalkan lebih banyak pilihan. Kalau sekarang ini kan pilihannya masih sedikit sekali ya untuk jalur ekspor barang-barang,” bebernya kemarin (1/2).
Syam menjelaskan, saat ini para eksportir lebih memilih mengirim barang atau produknya dari bandara Soekarno Hatta. Ini karena bandara tersebut sudah memiliki jadwal penerbangan kargo yang lebih banyak. Sedangkan jika ingin menggunakan jalur laut, eksportir biasa melakukan pengiriman melalui pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya. “Terkait ekspor di YIA belum ada channel dari luar negeri itu masih sedikit. Kalau di bandara Soetta sudah banyak bekerja sama, nah ini kita koordinasi dengan AP (PT Angkasa Pura, Red) itu akan diperbanyak supaya banyak pilihan,” ujarnya.
Meski begitu, Syam menyebut, YIA sejatinya sudah memiliki fasilitas yang mumpuni untuk mendukung aktivitas ekspor maupun impor. Misalnya dari kapasitas gudang logistik yang tergolong besar. “Tapi itu nggak dapat dimanfaatkan secara optimal karena terbatasnya jadwal penerbangan kargo ke luar negeri,” ungkapnya.
Hingga saat ini, terdapat sekitar 95 ribu pelaku UMKM di wilayah DIJ. Sedangkan 20 persen di antaranya telah memiliki produk siap ekspor dengan komoditas ekspor unggulan seperti furnitur, fesyen, hingga kerajinan.
Pemprov DIJ pun tengah berupaya mengatasi masalah tersebut. Salah satunya telah meminta AP 1 untuk memfasilitasi penambahan operator ekspedisi ekspor impor untuk meringankan beban operasional UMKM. “Kita hanya bisa memfasilitasi nanti kalau channel-nya sudah siap kita tinggal menghubungkan eksportir di DIJ supaya dia tidak ke Soetta, tapi lewat YIA,” tambahnya.
Pengusaha mebel Ali Imron mengatakan, sejauh ini untuk pengiriman ekspor produknya masih mengandalkan bandara Soekarno Hatta di Jakarta. Hal itu berdasarkan permintaan para buyer, karena beban biaya pengiriman produk mebel memang ditanggung pembeli. “Buyer biasanya lebih memilih untuk melakukan pengiriman melalui jalur laut, sedangkan pengiriman melalui jalur udara hanya dilakukan di saat-saat tertentu,” katanya.
Target pasar ekspor produk furniturnya sendiri biasanya berada di negara Eropa seperti Jerman, Belanda, dan Belgia. “Untuk kontainer pemberangkatan pesawat mengirim lewat Jakarta meskipun biaya itu bukan biaya saya ya, biaya buyer-nya,” jelasnya.
Dia menduga, banyak buyer belum melirik YIA untuk mengirim barang lantaran masalah harga. Buyer memilih melakukan pengiriman melalui daerah lain yang memiliki harga yang lebih ekonomis. “Karena kalau pengusaha itu berbicaranya mahal yang mana. Kami punya strategi kalau menjual barang hanya dari gudang. Mau pakai pesawat, bus, kapal terserah,” tandasnya. (wia/eno)