RADAR JOGJA – Setelah mengalami kekosongan minyak goreng (migor) curah di tingkat distributor, kini operasi pasar digelar sebagai antisipasi lonjakan harga dan kelangkaan. Sebanyak 1.200 liter migor curah digelontorkan bagi dua kelompok sasaran prioritas di Kompleks Balai Kota Timoho, kemarin (7/4).
Wakil Wali Kota Jogja, Heroe Poerwadi (HP) mengatakan operasi pasar 1.200 minyak goreng curah ini diperuntukkan bagi warga kemantren Umbulharjo. Terutama warga kurang mampu dan pelaku usaha kecil menengah (UMKM). Ada 240 penerima manfaat yang menjadi sasaran. “Ini separuh warga kurang mampu dan separuhnya lagi pelaku UMKM. Supaya mereka juga bisa menjual dengan harga tidak mahal, dan masyarakat juga tidak terbebani,” katanya disela memantau operasi pasar.
HP menjelaskan operasi pasar ini akan dilakukan secara berkelanjutan selama Ramadan ini. Upaya ini juga sudah sesuai koordinasi dan kesepakatan dengan dua distributor minyak curah di Kota Jogja agar setiap kiriman datang, langsung dialkosikan pada masyarakat melalui mekanisme operasi pasar.
“Begitu ada kiriman datang kami bisa lakukan operasi pasar supaya masyarakat masih ada yang mampu mendapatkan harga yang normal. Tidak hanya di Balai Kota, kami lakukan operasi pasar di kemantren dan pasar-pasar tradisional,” ujarnya.
Seperti sebelumnya, terakhir di Pasar Sentul bahkan telah mengagendakan 5.100 liter untuk dialokasikan ke pasar tradisional. Demikian pula di kemantren, setidaknya ada tiga kemantren dengan masing-masing alokasi 1.200 liter untuk operasi pasar.
“Nanti sore akan ada datang lagi 16 ton, tapi nanti akan kami minta koordinasi dimana saja kesepakatan dengan dinas perdagangan untuk ditata dimana lokasi tepat akan dilakukan operasi pasar,” jelasnya.
Menurutnya, antusiasme masyarakat cukup tinggi untuk mengikuti operasi pasar minyak curah dengan banderol Rp14 ribu per liter. Banderol harga ini jauh di bawah harga pasaran yang saat ini sudah menembus Rp 21 ribu per liter. Melihat fenomena ini, pemkot akan berupaya selama Ramadan untuk bekerjasama dengan para distributor melakukan operasi pasar terus.
“Pokoknya terus dilakukan semampu kami, supaya warga memperoleh harga yang wajar dan normal. Kalau minyak goreng kemasan stoknya berlebih, cuma harganya juga tinggi. Nah, curah yang sangat terbatas,” terangnya.
Selain itu, pemkot berharap agar pengiriman ketersediaan untuk alokasi kota Jogja khususnya dapat kembali pulih 100 persen. Sebab, sejak Januari 2022 lalu pasokan hanya dibatasi 50 persen saja. Setiap distributor hanya mendapat alokasi 27 ton per 10 hari. Angka tersebut merosot sekira 50 persen, dari alokasi rutin yang sebelumnya hingga 54 ton. Ini yang mengakibatkan stok kosong di tingkat distributor. “Kami minta kepada pemerintah pusat untuk bisa memastikan agar kiriman-kiriman ke kota kembali pulih,” tambahnya.
Sementara, seorang warga, Krisnowo Hertanto mengaku sangat terbantu dengan adanya operasi pasar tersebut. Dia yang sehari-harinya menjual aneka gorengan turut terdampak dengan kelangkaan minyak curah. Ia sampai harus berburu agar bisa tetap berjualan normal. “Ini bagus sekali, untuk memenuhi kebutuhan orang-orang kecil, karena kondisinya langka. Nah, ini pemkot ternyata memperhatikan nasib pedagang gorengan seperti kita, karena jelas sangat terdampak,” katanya.
Selaras dengan bisa maksimal pembelian, maka Krisnowo membeli maksimal minyak curah dengan banderol Rp14 ribu per liter. Ia perlu membutuhkan migor lebih banyak untuk menggoreng aneka gorengannya. Terlebih harga di operasi pasar sesuai HET. Maka, dalam operasi pasar ini membeli 5 liter migor curah dengan harga Rp70 ribu.
“Kami kan jualan gorengan, butuh banyak minyak. Kalau biasanya kita beli curah itu selalu di atas Rp 18 ribu. Tapi, ya kami tetap beli wong kebutuhan buat jualan,” tandasnya.
Sementara, Sulami, warga Tahunan, Umbulharjo, yang sehari-hari menjajakan penyetan, menyebut operasi pasar ini sanggup memulihkan kembali keuntungannya. Pasalnya selama membeli minyak goreng curah dengan harga tinggi, para pedagang dituntut untuk menyesuaikan. Sehingga selama belum ada operasi pasar terpaksa harus mengikuti karena kebutuhan minyak untuk berjualan. “Curah itu, di pasar tradisional bisa sampai Rp 21 ribu loh. Kalau buat pedagang kecil seperti saya ini, ketika minyaknya mahal ya keuntungan berkurang. Risikonya kalau minyak mahal harga jual kita jadi tinggi, itu pasti berdampak lah,” katanya. (wia/bah)

Jogja Utama