
OPERASI PASAR: Masyarakat saat membeli minyak goreng Rp 14 ribu pada operasi pasar (OP) minyak di Pasar Prawirotaman, Kota Jogja, kemarin (24/2). (Istimewa)
RADAR JOGJA – Pedagang kecil menjadi korban praktik tying minyak goreng (migor). Tying adalah praktik menjual satu produk atau layanan sebagai tambahan wajib untuk pembelian produk atau layanan yang berbeda.
Seorang pedagang kelontong di wilayah Kapanewon Patuk mengatakan, kelangkaan migor membuat usaha kecilnya terganggu. Dia harus merogoh kocek lebih dalam hanya untuk mendapatkan migor. “Selama ini saya pesan barang melalui sales diantar ke rumah,” kata narasumber yang meminta namanya tidak dikorankan kemarin (24/2).
Rata-rata pihaknya mengeluarkan uang Rp 1 juta setiap kali belanja berbagai kebutuhan bahan pokok. Namun kondisi sekarang berbeda menyusul sulitnya mendapatkan komoditas migor. Kalaupun ada aturan main telah ditentukan pasar. “Wajib belanja Rp 500 ribu baru dapat minyak goreng satu botol,” ujarnya.
Dia menyebut sales itu berasal dari distributor wilayah Gunungkidul. Namun demikian, pihaknya enggan menjelaskan secara detail alamat distributor dengan alasan takut dipersoalkan. Saat ini dirinya hanya bisa pasrah. “Sebenarnya kasihan juga kalau ada pembeli tanya minyak goreng. Sering saya jawab tidak ada,” ungkapnya.
Ibu satu anak ini berharap kepada pemerintah agar segera menyelesaikan persoalan kelangkaan minyak goreng. Menurutnya, kebijakan satu harga Rp 14 ribu per liter justru memicu kelangkaan minyak goreng. “Faktanya harga minyak murah Rp 14 ribu per liter juga sulit ditemukan,” bebernya.
Sementara itu, Kepala Seksi Distribusi, Bidang Perdagangan, Dinas Perdagangan (Disdag) Kabupaten Gunungkidul Sigit Haryanto mengklaim belum menemukan praktik tying migor. Jika ditemukan praktik tying oleh distributor, akan dibina. “Pemberian sanksi juga akan diberikan jika distributor tetap nakal dengan praktik tying,” katanya.
Bersama Kementerian Perdagangan (Kemendag) kemarin melakukan pemantauan ke sejumlah distributor. Salah satunya pada CV Berkah Jaya Abadi di Kalurahan Baleharjo, Wonosari. “Kami cek tadi hanya ada 87 karton (dus) migor kemasan dan 4.200 kg migor curah,” ungkapnya.
Pemilik CV mengakui terpaksa membatasi pembelian migor kemasan karena persediaan di gudang terbatas. Meski demikian, tidak ditemukan praktik tying. Tidak ada syarat khusus pembelian migor.
Sebelumnya Kanwil VII Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) DIJ-Jateng, dalam FGD yang digelar Senin lalu (21/2), sudah mengendus adanya praktik tying agreement. Yakni menjual minyak goreng dengan kewajiban membeli produk lain dari distributor. Ada juga distributor yang mewajibkan syarat-syarat perdagangan tertentu kepada retailer jika mau dipasok minyak goreng.
Bakal Terima 24 Ton Migor Bersubsidi
Harga migor tak kunjung stabil, ditambah ketersedian stok yang langka. Operasi minyak dengan penjualan single price terus dilakukan untuk menstabilkan harga. Antisipasi menjelang puasa dan Lebaran, Kota Jogja akan dapat distribusi sebanyak 24 ton atau 24 ribu kg migor bersubsidi.
Kepala Dinas Perdagangan Kota Jogja Yunianto Dwi Sutono mengatakan, mahalnya minyak goreng tak hanya terjadi di Kota Jogja, melainkan nasional. Bahkan upaya operasi pasar dilakukan beberapa kali di beberapa pasar tradisional dan kantor kemantren (kecamatan) untuk meringankan beban masyarakat. Tetapi harga tak kunjung stabil.
“Posisi kita tidak berdaya, karena kita hanya mendistribusikan,” kata Yunianto di sela operasi pasar (OP) minyak goreng di Pasar Prawirotaman, Kota Jogja, kemarin (24/2).
Ia menjelaskan, sejatinya fenomena kelangkaan migor secara nasional sudah berjalan enam bulan seiring mahalnya komoditas minyak goreng. Merespons ini, langkah awal dilakukan dengan OP penjualan single price maksimal Rp14 ribu sesuai intruksi Menteri Perdagangan (Mendag) di beberapa pasar rakyat atau kemantren-kemantren.
Komitmen terus dijalin baik dengan pemerintah pusat, asosiasi, ritel maupun pemkot untuk mengupayakan keberadaan minyak goreng di Jogja. “Namun secara nasional ini ada kendala, sehingga beberapa langkah-langkah harus dilakukan, salah satunya koordinasi dengan bulog dan Disperindag DIJ. Harapan kami ini (OP) bisa dilakukan secara reguler, kemudian ada rencana dari PTPN sehingga minyak goreng akan terpenuhi satu bulan menjelang puasa dan Lebaran,” ujarnya.
Selain pasar tradisional dan wilayah kemantren, Disdag juga akan mengupayakan untuk menyediakan stok minyak goreng di beberapa toko ritel maupun supermarket. Walaupun ketika sudah didroping stok tiga hari sekali langsung terjual habis. Dengan demikian, diharapkan suplai minyak goreng untuk Kota Jogja dialoaksikan sesuai kebutuhan kota maupun Provinsi DIJ.
Kepala Bidang Ketersediaan Pengawasan dan Pengendalian Perdagangan, Dinas Perdagangan (Disdag) Sri Riswanti mengatakan, rencananya 24 ton migor bersubsidi akan didroping ke empat pasar tradisional yaitu Pasar Beringharjo, Pingit, Kranggan, dan Demangan. Ini sebagai antisipasi untuk memenuhi kebutuhan menjelang puasa dan Lebaran agar ketersediaan migor di tengah kebutuhan yang meningkat tidak menjadi kendala. “Kita dibantu PTPN PPI akan droping migor ke pasar yang diprioritaskan. Ada empat pasar tradisional,” katanya.
Riswanti menjelaskan, nantinya masyarakat bisa membeli minyak goreng di pasar tradisional itu dengan harga Rp 14 ribu per liter. Tidak menutup kemungkinan, nantinya juga akan didistribusikan 24 ton itu ke 25 pasar tradisional yang lain jika ketersediaan masih berlebih.
“Minggu ini barang sudah datang dan minggu depan (Maret) bisa kami distribusikan. Kami akan terus menyediakan. Memang harga minyak goreng belum bisa diprediksi kapan akan kembali stabil,” ujarnya.
OP di Pasar Prawirotaman kemarin merupakan kerja sama dengan Bulog dengan alokasi 600 liter dijual seharga Rp14 ribu per liter. Diprioritaskan bagi masyarakat umum yang membutuhkan, maksimal dibatasi pembelian hanya 2 liter. Penyaluran OP ini juga akan berlanjut di beberapa pasar tradisional secara bertahap serta kemantren-kemantren. Hal yang sama juga dilakukan seperti sebelumnya di Beringharjo dan Kranggan. (gun/wia/laz)