RADAR JOGJA – Sempat gaduh antara karyawan dan driver ojek online (ojol), restoran Mi Gacoan Kotabaru ditutup sementara dan terpasang garis polisi. Insiden tersebut turut disorot Pemkot Jogja. Sistem pengelolaan antrean diklaim perlu dibenahi.

Hingga, Minggu sore (14/11) topik Gacoan masih menjadi salah satu trending topic di Twitter. Masalah skema antrean diduga munculnya keributan tersebut. Wakil Wali Kota Jogja, Heroe Poerwadi (HP) mengatakan, pelayanan jasa usaha makanan sejatinya perlu pengelolaan antrean yang baik. Ini harus menjadi pelajar bagi pengelola, agar tidak saling merugikan kedua belah pihak. Terlebih, Mi Gacoan yang tak luput kebanjiran pemesanan secara online maupun offline.

Pun saat ini masih situasi pandemi mengharuskan adanya pembatasan tertentu. “Kita minta seluruh tenan atau mitra pembelian makanan seperti itu, agar mengelola antrean lebih baik. Supaya tidak terjadi persoalan-persoalan yang berantakan pada urutan dan segala macam,” katanya Minggu (14/11).

Menurut HP keduanya dirugikan dengan kejadian tersebut. Dengan kejadian itu pun pihak restoran dirugikan dengan penutupan sementara usahanya untuk melakukan perbaikan sistem. Dan para ojol tidak dapat mengambil pesanan. “Kalau keduanya tidak bersinergi kan sama-sama rugi sebenarnya. Dari manajemen Mi Gacoan juga bersedia memperbaiki sistem antreannya, supaya antrean ini bisa dikendalikan,” ujarnya.

Namun dipastikan permasalahan antara karyawan dan manajamen Mi Gacoan dengan driver ojol itu sudah selesai. Kedua belah pihak sudah menyepakati adanya perdamaian. “Teman-teman polsek, koramil, dan kemantren sudah menyelesaikan,” jelasnya.

Wakil Ketua Bidang Restoran BPD PHRI DIJ Aldi Fadlil Diyanto menanggapi potensi antrean pada kasus Gacoan sebenarnya sudah berlangsung sejak lama. Dari hari ke hari semakin banyak ditambah jika ada penawadan promo, antrean makin tak terbendung. Sehingga pihaknya mendukung adanya pembenahan sistem antrean. “Sudah sering ya disitu terjadi antrean ibarat dari segi prokes itu sangat mengkhawatirkan karena antrean sangat banyak. Mungkin dipenutupan ini untuk teguran bahwa kok bisa sampai seperti itu lagi dan prokesnya tidak dijalankan,” katanya.

Menurutnya, di era sekarang ini memang diperlukan persiapan matang khususnya bagi pelayanan jasa usaha makanan untuk membuka layanan digitalisasi. Otomatis pemesanan makanan itu semakin ada kemudahan. Ini membawa konsekuensi adanya skema antrean yang dituntut lebih baik pula. “Itu sebenarnya harus menjadi introspeksi dan evaluasi bagaimana supaya tidak terjadi antrean yang padat karena memang masih pandemi. Jadi untuk penumpukan massa itu sebaiknya juga dihindari,” ujarnya.

Selain itu, maintenance dan evaluasi juga perlu dilakukan kepada para karyawan pihak managemen. Karyawan perlu dipastikan dapat memberikan pelayanan prima baik dari segi fisik maupun hospitalitynya untuk menanganai tamu dalam hal ini mitra ojol. “Meskipun itu hanya ojol tapi itu sangat membantu dalam proses bermarketing dari suatu restoran itu sendiri. Jadi sinergitas antara pelaku industri dan fasilitator seperti ojol harus dijaga betul,” jabarnya. (wia/pra)

Jogja Utama