RADAR JOGJA – Pernyataan elite PAN yang mengklaim PAN DIJ selama ini beroposisi terhadap Keraton Jogja sehingga membuat partai matahari Biru itu mengubah haluan politik dinilai sebagai informasi menyesatkan. Bahkan cenderung hoax karena tidak sesuai dengan fakta dan realita yang terjadi.

“Jangan menyebarkan informasi hoax dengan merasa diri sebagai oposisi keraton. Itu jelas tidak benar,” ujar Ketua DPW PAN DIJ periode 2015-2020 Nazaruddin Rabu (5/1).

Nazaruddin mengungkapkan hal itu menanggapi pernyataan Ketua Pembinaan Organisasi dan Keanggotaan (POK) DPP PAN Ahmad Mumtaz Rais saat Muswil V PAN DIJ pada 30 Desember 2020 lalu. Saat itu, Mumtaz mengklaim partainya dikenal beroposisi dengan keraton. Namun sejak muswil tidak lagi. Ada perubahan arah politik PAN DIJ. “Jadi yang tadinya kita oposisi terhadap keraton, mulai hari ini kita bekerja sama. Insyaallah berkesinambungan dengan Sultan Hamengku Buwono X untuk masa-masa mendatang,” ujar Mumtaz.

Nazaruddin mengingatkan, keraton bukanlah lembaga pemerintahan. Karena itu tidak mungkin PAN atau Fraksi PAN DPRD DIJ mengambil sikap oposisi dengan keraton.

Diakui, selama lima tahun terakhir, ada berbagai pembahasan terkait pelaksanaan UU No. 13 Tahun 2012 yang dilakukan Pemprov DIJ bersama fraksi-fraksi DPRD DIJ. Fraksi PAN ikut berperan dalam pembahasan tersebut. Sejumlah regulasi sebagai turunan dari UUK dibahas. Antara lain perdais pertanahan, perdais tata ruang tanah kasultanan dan tanah kadipaten serta perdais kebudayaan.

Dalam pembahasan itu, sebagai ketua partai, Nazar, sapaan akrabnya, memberikan beberapa arahan. Sikap yang diambil PAN selama ini meluruskan ketentuan-ketentuan di UUK yang banyak diselewengkan dalam implementasinya.

Sebagai contoh, alumnus Fakultas Hukum UII ini menyebutkan sesuai UUK, kewenangan keistimewaan berada di tingkat provinsi. Bukan di kabupaten dan kota.

Namun dalam praktiknya, urusan kelembagaan yang mestinya hanya berada di level provinsi meluas hingga tingkat kabupaten-kabupaten dan kota.

“Bahkan desa. Itu pun tidak diatur dengan perdais. Tapi hanya dengan peraturan gubernur,” kritiknya.

Belum lagi ada penolakan menggunakan nomenklatur provinsi. Padahal UUK tegas-tegas menyatakan DIJ adalah daerah provinsi.

Kemudian soal pertanahan, pengertian tanah bukan keprabon diperluas. UUK menyatakan urusan keistimewaan pertanahan terbatas tanah kasultanan dan tanah kadipaten.

Namun sekarang lewat perdais dan peraturan gubernur tanah-tanah desa diambil alih. Sehingga desa-desa sekarang tidak lagi punya tanah.

Nazar mencurigai langkah ini sebagai jalan tol yang ujung-ujungnya biar mudah dikerjasamakan dengan investor dan kepentingan lainnya.

“Apa yang disuarakan PAN sesungguhnya tidak ada yang luar biasa. Hanya mengingatkan sesuai amanat UUK. Tidak lebih dan tidak kurang dari itu,” katanya.

Sekadar mengingatkan, pembahasan perdais pertanahan dan perdais tata ruang tanah kasultanan dan tanah kadipaten dilakukan pada 2017 lalu. Sikap kritis Fraksi PAN saat itu disuarakan melalui ketua fraksi Suharwanta. Fraksi PAN tidak sepakat dengan dimasukkan tanah desa menjadi tanah kasultanan dan tanah kadipaten. Sebab, sesuai Perda 5 Tahun 1954, pemerintah desa punya hak milik atas tanah desa. Perda yang ditandatangani Kepala Daerah DIJ Hamengku Buwono IX menetapkan pemerintah desa sebagai badan hukum sebagai punya hak atas tanah desa.

Lantaran sikap PAN ini berlawanan dengan mayoritas fraksi-fraksi, akhirnya Suharwanta mengajukan minderhaid nota atau nota keberatan di depan paripurna. Sedangkan saat pengesahan perdais tata ruang tanah kasultanan dan tanah kadipaten, Suharwanta bersama tujuh anggota Fraksi PAN DPRD DIJ menyatakan walk out dari ruang sidang.

Kembali soal oposisi, Nazar kembali menampik PAN telah beroposisi dengan Pemprov DIJ. Jangankan beroposisi, tanya dia, selama lima tahun terakhir ini DPRD DIJ dan fraksi-fraksi, termasuk Fraksi PAN apa melakukan fungsi kontrol. Kemudian legislasi dan anggaran dengan baik.

“Lihat saja isi APBD sudah diatur, akur dan hopping. Semua sudah ditata dan dibagi. Bahkan sampai jatah pimpinan dewan, ketua fraksi, wakil dan sekretaris fraksi hingga anggota atas APBD sudah diatur,” tudingnya.

Terpisah, Ketua Fraksi PAN DPRD DIJ Atmaji menegaskan meski ada perubahan arah politik, namun fraksinya akan tetap konsisten bersikap kritis terhadap kebijakan pemerintah daerah.

“Sikap kritis akan terus kami jaga. Namun demikian kami juga akan lebih memberikan kontribusi positif bagi DIJ,” tandasnya. (kus)

Jogja Utama