RADAR JOGJA – Tingkat inklusi keuangan di DIJ ditargetkan melebihi 90 persen pada 2024. Sehingga setiap anggota masyarakat mempunyai akses terhadap berbagai layanan keuangan formal.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) DIJ Parjiman menjelaskan, berdasarkan survei literasi keuangan 2019, tingkat literasi keuangan secara nasional berkisar 38,04 persen. Adapun indeks inklusi keuangan baru mencapai 76,10 persen.
”Dari data tersebut masyarakat masih perlu ditingkatkan literasi keuangannya sehingga mendorong pemanfaatan produk dan jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhannya,” jelasnya dalam Pembukaan Rangkaian Bulan Inklusi Keuangan 2020 di Gedhong Pracimasono Rabu (7/10).
Untuk mencapai target itu, OJK telah bekerjasama dengan sejumlah industri jasa keuangan untuk mengoptimalkan pemanfaatan jasa dan produk keuangan. Misalnya menarik para pelajar agar bisa memiliki rekening. Kemudian mendorong para petani untuk bisa mengoptimalkan kredit usaha rakyat (KUR) sebagai suntikan modal. Selain itu, juga berupaya menekan pemanfaatan jasa rentenir yang bisa mematikan usaha para pelaku UMKM.
”Hal ini dimaksudkan untuk menarik minat masyarakat dan pelajar untuk meningkatkan akses keuangan khususnya di dalam perbankan,” urainya.
Pemanfaatan produk keuangan diupayakan untuk dibuat dengan skema sederhana, mudah, dan cepat, sehingga ketertarikan masyarakat terhadap perbankan meningkat. “Kami edukasi masyarakat tentang bagaimana berhubungan dengan lembaga keuangan formal, nonformal, setengah formal beserta tingkat risikonya agar mereka melek finansial,” jelas Parjiman.
Sejumlah program diadakan untuk mencapai target inklusi keuangan. Diantaranya Program Satu Rekening Satu Pelajar (KEJAR), Program Melawan Rentenir melalui Optimalisasi Penyaluran Kredit Pembangunan Daerah (PEDE) dari Bank BPD DIJ, dan Program Business Matching melalui Optimalisasi Penyaluran KUR di Sektor Pertanian.
Wagub DIY KGPAA Paku Alam X menyampaikan inklusi keuangan sangat krusial untuk mencapai tujuan makro sekaligus menjawab tantangan dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19. Hal ini karena mampu meningkatkan pemahaman masyarakat terkait layanan keuangan, sehingga mampu mendorong akselerasi penggunaan jasa keuangan.
Dia menjelaskan, pandemi Covid-19 memperlemah sektor perekonomian. Perlambatan aktivitas ekonomi juga berimbas pada menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat, terutama kalangan pelaku usaha informal, ultra mikro, mikro dan kecil. Untuk itu, inklusi keuangan ini memang sangat diperlukan untuk sinergitas program pemerintah, lembaga jasa keuangan, swasta, dan masyarakat. (tor/bah)