JOGJA – Menjelang Pemilu 2019 yang digelar 17 April mendatang, Komisi Pemilihan Umum (KPU) di DIJ justru tercoreng akibat ulah salah satu komisioner KPU Kota Jogja. Berdalih menjalankan tugas secara profesional, RM Nufrianto Aris Munandar memanfaatkan jabatannya. Ia berbuat cabul terhadap perempuan anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Ngampilan.

Dikonfirmasi, Ketua KPU DIJ Hamdan Kurniawan membenarkan. Bahkan telah terbit pula surat keputusan pemberhentian tetap kepada Nufrianto Aris Munandar oleh Dewan Kehormatan Penyelanggara Pemilu (DKPP). Surat keputusan itu diterbitkan per tanggal 10 April 2019.

Dia menegaskan, skandal yang dilakoni Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Jogja itu jelas melanggar kode etik. Berupa memanfaatkan jabatan untuk memuaskan hasrat duniawi. Terlebih korban dari Aris adalah bawahannya yang menjabat PPK.

“Melanggar Pasal 6 ayat (3) huruf c dan huruf f juncto Pasal 12 huruf a dan b, juncto Pasal 15 huruf a dan d Peraturan DKPP Nomor 2 tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu,” tegasnya saat ditemui di Kantor KPU DIJ, Kamis(11/4).

Pengadu dari kasus ini sendiri adalah KPU DIJ. Berawal dari masuknya laporan aduan dari KPU Kota Jogja. Selanjutnya memanggil pihak-pihak dalam laporan itu. Dua kali melakukan klarifikasi, jajarannya sepakat melaporkan kasus ini ke KPU Pusat dan DKPP.

Berdasarkan penelusuran KPU DIJ, aksi berlangsung lebih dari sekali. Ini karena rentang kejadian hingga pelaporan terbilang cukup lama. Terjadi pada April 2018, KPU Kota Jogja mengetahui kejadian Desember 2018. Berlanjut dengan laporan ke KPU DIJ pada medio Januari 2019.

“Sebelum terbit SK pemberhentian tetap, dua pekan sebelumnya sudah ada putusan pemberhentian sementara. Kenapa rentang waktu lama, karena baru ada informasi akhir 2018 ke KPU Kota dan masuk ke kami awal Januari kemarin,” katanya.

Menurut investigasi DKPP, pada medio April/Mei pukul 22.00 hingga 23.00 korban menumpang mobil R. Moeh Nufrianto Aris Munandar. Pada saat di dalam mobil, teradu memaksa secara berkali-kali untuk mencium EPP, anggota PPK itu.

Berdasarkan hasil klarifikasi KPU Kota Jogja, Nufrianto Aris Munandar berupaya melepaskan celana korban. Akibatnya ikat pinggang korban putus. Korban pun berusaha melarikan diri dari dalam mobil.

Yang lebih menyakitkan lagi, teradu mengunggah foto korban melalui media Line tanpa mengenakan kerudung dan terdapat bekas kecupan di leher. Tidak hanya itu, teradu beberapa kali mengirim foto dan video yang tidak senonoh kepada korban, bahkan sering melakukan komunikasi via WhatsApp yang mengarah pada ajakan hubungan seksual.

Hamdan saat ditanya apakah ada ancaman kepada korban, tidak bisa menjelaskan. Pasti ada pertimbangan sehingga korban melapor ke KPU Kota. Begitu pula terkait laporan kepolisian, KPU DIJ masih pikir-pikir.

Terkait korban, Hamdan juga belum mengetahui detail lanjutnya. Termasuk niatan untuk melapor ke kepolisian. Hanya saja dia tidak bisa melarang karena merupakan ranah privasi. Jajarannya mendukung karena teradu jelas melanggar kode etik.

Disinggung mengenai detail pelecehan seksual, Hamdan tidak berbicara banyak. Dia hanya membenarkan peristiwa terjadi di kendaraan pribadi milik teradu. Awal mula kejadian usai mengikuti bimbingan teknis pada April 2018.

“Setahu saya tidak ada ancaman dari teradu ke korban (terkait rentang waktu laporan). Korban tidak melapor polisi, kami juga tidak melapor ke polisi. Kami berhenti pada kewenangan kami berupa dugaan pelanggaran kode etik,” ujarnya.

Dalam pelaporan ke DKPP, KPU DIJ melampirkan seluruh bukti. Mulai dari bukti percakapan, rekaman hingga foto terlampir. Bukti-bukti inilah yang menguatkan penyidikan oleh DKPP. Hingga akhirnya terbit SK pemberhentian tetap per 10 April.

Di satu sisi Hamdan menjamin pincang formasi komisioner tidak mengganggu kinerja KPU Jogja. Ini karena masih ada empat komisioner yang bertahan. Sementara untuk penggantian paroh waktu, merupakan wewenang KPU Pusat.
“Secara prosedural masih kuorum untuk rapat pleno rutin maupun rekapitulasi. Kami ikut kebijakan pusat saja. Kalau diganti, ya bisa. Kalau tidak, ya tetap bisa jalan,” katanya.

Terpisah, Kasatreskrim Polresta Jogja Kompol Sutikno memastikan belum ada laporan terkait skandal komisioner KPU Kota Jogja. Pelecehan seksual, lanjutnya, masuk dalam delik aduan. Sehingga perlu ada pelaporan resmi untuk proses hukum.

“Sejauh ini belum ada laporan. Polisi turun menyelidiki bisa, tapi dasar fakatanya di mana, dasar informasi yang akurat juga. Tapi untuk jenis kasus asusila, memang masuknya ke delik aduan,” jelasnya. (dwi/cr9/laz/mg2)

Jogja Utama