Langkah tegas Balai Taman Nasional Gunung Merapi (BTNGM) melarang pendakian tergolong tepat. Terbukti, berdasarkan data terbaru BPPTKG DIJ ada material baru di rekahan 2010. Artinya ada peningkatan aktivitas meski masih dalam status waspada.
Koordinator Data dan Info BTNGM DIJ Susilo Ari Wibowo mengungkapkan, pelarangan pendakian telah dilakukan jauh-jauh hari. Bahkan beberapa kali larangan diterapkan karena kondisi fluktuatif. Terbaru adalah pelarangan pendakian selama peringatan 17 Agustus.
“Tetap kami larang atas pertimbangan data dari BPPTKG DIJ. Baik itu jalur pendakian dari Selo, Boyolali dan Sapuangin, Klaten tetap kami tutup,” jelasnya, Sabtu (18/8).

Guna mengantisipasi aksi nekat, pihaknya menyiagakan petugas selama 24 jam. Seluruhnya berjaga di dua pintu jalur pendakian kawasan Boyolali dan Klaten. Bahkan turut menyisir sejumlah pos sebagai langkah antisipasi lanjutan.
Selama peringatan 17 Agustus, diakui ada pendaki yang datang. Hanya saja seluruhnya dialihkan untuk mendaki ke Gunung Merbabu. Tentunya dengan pertimbangan situasi yang belum relatif aman bagi pendakian.
“Berdasar hasil laporan tidak ada pendaki yang naik saat 17 Agustus kemarin. Beberapa pendaki yang terlanjur datang ke basecamp Selo, kami arahkan untuk mendaki ke Merbabu,” katanya.
Kebijakan TNGM selama ini adalah pendakian terbatas. Jika kondisi kondusif, pendakian hanya sampai Pasar Bubrah. Para pendaki, lanjutnya, dilarang mendaki hingga puncak Merapi. Kebijakan ini tergolong situasional, tergantung kondisi terbaru Gunung Merapi.
BTNGM juga mengoptimalkan pengawasan melalui CCTV milik BPPTKG. Terutama kamera pengawas yang terpasang di kawasan puncak dan Pasar Bubrah. Dari data rekaman, khususnya 17 Agustus, tercatat tidak ada aktivitas pendakian.
“Pantauan CCTV dari BPPTKG juga tidak menangkap aktivitas manusia di area puncak dan Pasar Bubrah. Untuk informasi, kami akan terus berkoordinasi dengan BPPTKG,” ujarnya. (dwi/laz/mg1)