JOGJA – Pengurus KONI Kota Jogja telah mengadakan konsultasi ke sejumlah pihak sebelum melakukan pengadaan seragam kontingen Pekan Olahraga Daerah (Porda) XIII 2015.

Selain menemui Wakil Wali Kota Jogja Imam Priyono (IP), pengurus KONI juga berkonsultasi dengan Wali Kota Jogja Haryadi Suyuti (HS).

“Pengurus harian yang mengadakan kon-sultasi dengan wali kota dan wakil wali kota,” ujar Anggota Bidang Pembinaan Prestasi KONI Kota Jogja Kusmarbono ( bukan Kus Murbono seperti ditulis sebelumnya), Senin (22/8).

Ibon, sapaan akrab Kusmarbono, merupakan salah satu pengurus KONI Kota Jogja yang telah dimintai keterangan Polda DIJ. Dia di-periksa terkait dengan adanya laporan soal pengadaan seragam kontingen Porda sebesar Rp 639, 7 juta yang dilakukan tanpa melalui proses lelang.

Menanggapi masalah itu, Kadiv Litbang Jogja Corruption Watch (JCW) Abdul Halim SH mengatakan, telah mengkaji penga-daan seragam kontingen Porda. Dari kajiannya pengadaan se-ragam itu menjadi bagian dari rencana anggaran hibah KONI Kota Jogja Tahun 2015.

Pengajuan anggaran dimulai dari surat nomor 066/Sekret/KONI.KY/IX/2014 tanggal 8 September 2014 yang diteken Ketua Umnum KONI Kota Jogja Iriantoko Cahyo Dumadi dan sekretaris RH Santosa Budira-hardjo. Surat tersebut ditujukan kepada wali kota Jogja.

“Nilai yang diajukan Rp 17,8 miliar,” jelas Halim.

Dalam lampiran proposal itu, terungkap rencana kebutuhan kontingen porda. Totalnya men-capai Rp 1,85 miliar.

“Khusus pengadaan kostum untuk seragam kontingen dan seragam bertan-ding nilainya Rp 519.300.000. Jadi bukan Rp 639, 7 juta,” ungkap alumnus FH UII ini.

Selanjutnya, dalam pelak-sanaanya, pemberian hibah diatur dengan naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) nomor 900/04/NPHD/2015 antara Pem-kot Jogja dengan KONI Kota Jogja. NPHD diteken Kepala Kantor Kesbang Kota Jogja Sukamto dan Ketua Umum KONI Kota Jogja RH Santosa Budira-hardjo pada 22 Juni 2015.

Dari pengajuan hibah Rp 17,8 miliar, pemkot menyetujui sejumlah Rp 14,9 miliar. Berdasarkan NPHD itu ter-ungkap hak dan kewajiban ke-pala kantor kesbang sebagai pihak pertama dan pengurus KONI selaku pihak kedua.

” Kewajiban pihak pertama an-tara lain melakukan verifikasi dokumen, mencairkan hibah secara bertahap dan menjalan-kan monitoring serta evaluasi atas pemberian hibah,” katanya.

Sedangkan pihak kedua wajib bertanggung jawab secara formil dan materiil atas penggunaan hibah yang diterimanya dan menyimpan bukti-bukti penge luaran yang sah dan lengkap.

Namun demikian, Halim tidak menemukan adanya keputusan atau peraturan wali kota yang mendelegasikan kewenangan penandatangan NPHD dilakukan kepala kantor Kesbang.

“Ini ke-sengajaan atau kelalaian belum diketahui. Ini yang perlu di-cermati,” ungkapnya.

Terpisah, IP mengklarifikasi berita di harian ini yang me-nyebutkan dirinya menolak hadir bila dipanggil polda. Dikatakan, dia percaya penyidik Polda merupakan orang-orang pandai dan ahli di bidangnya.

Karena itu, IP yakin polisi tak akan memintai keterangan da-rinya karena tak memiliki rele-vansi dengan pengadaan seragam kontingen porda.

“Saya bukan pengurus KONI dan tidak tahu menahu dengan proses penga-daan seragam itu. Jadi saya bu-kan menolak hadir,” tegasnya.

IP juga membenarkan kete-rangan Ibon saat pengurus KONI berkonsultasi dengan dirinya. Menurut dia, setiap ada SKPD yang berkonsultasi dirinya se lalu mengingatkan empat hal dalam pengadaan barang.

Pertama, jangan fiktif. Kedua, jangan melakukan markup. Ketiga, taati aturan, dan keem-pat jangan ada gratifikasi atau penerimaan atau pemberian apapun dari rekanan.

“Pesan itu juga saya sampaikan ke pengu-rus KONI,” tuturnya.

Mencermati keterangan Ibon ke polisi itu, Koordinator Forum Pengawasan Kebijakan Publik untuk Transparansi (FPKPT) Heru Setyawan SH menilai pesan yang disampaikan Wawali itu merupakan bentuk pencegahan terhadap korupsi.

Itu dapat diamati dari teks yang dimuat di sejumlah media, ter-masuk Radar Jogja.

“Dari empat hal itu merupakan bentuk ke-hati-hatian dan nasihat agar KONI mengedepankan langkah preventif,” kata aktivis yang ber-kantor di kawasan keraton ini.(amd/kus/eri/ila/ong)
 

Jogja Utama