* Lestarikan Kesenian Srandul
JOGJA – Sejumlah warga asal Karangmojo, Tamanmartani, Kalasan, Sleman memiliki misi mulia dalam melestarikan kesenian Srandul. Regenerasi kesenian tradisi asal Wonogiri ini keadaannya memprihatinkan. Namun, di tangan para warga yang bergabung dalam kelompok Srandul Suketeki, kesenian ini coba dibangkitkan kembali.
Seperti yang dilakukan saat Pentas Seni Sepanjang Tahun di Taman Budaya Yogyakarta (TBY) hari Minggu (27/4) lalu. Kelompok yang berdiri secara mandiri ini tampil dengan membawakan lakon Donyane Wong Korupsi. Lakon ini menyoroti tingkah para elit politik yang gemar melakukan korupsi.
“Srandul sendiri keberadaannya saat ini memprihatinkan, baik dari sisi penonton maupun regenerasi. Di Jogjakarta sendiri, kesenian ini memasuki masa keemasan pada era 1960an,” ungkap Pendamping kelompok Suketeki, Kusumo Prabowo ditemui seusai pentas.
Menurutnya kelompok Suketeki ini berdiri atas kesadaran sendiri untuk melestarikan salah satu kekayaan nusantara. Kusumo menceritakan sejarah Srandul pada zaman dahulu kerap dipentaskan di setiap pedesaan. Mengambil cerita kearifan lokal, tokoh-tokoh yang dihadirkan mencerminkan kehidupan rakyat jelata. Bahkan untuk menghadirkan sisi kesederhanaan Srandul, tokoh tertinggi hanya di tingkat demang.
Kusumo menambahkan Srandul merupakan wujud antithesis kesenian ketoprak. Jika ketoprak biasanya menampilkan tokoh-tokoh kerajaan, Srandul justru sebaliknya. Ini karena wujud kehidupan khas masyarakat, dengan mengangkat cerita yang dekat dengan keseharian.
Dalam menghidupkan pementasan, Srandul lebih cenderung menggunakan balungan ketimbang naskah. Meski begitu, dalam balungan ini tersimpan makna dan filosofi penting dalam hidup. Bahkan pada awal sejrah Srandul, lebih sering menggunakan bahasa falsafah.
“Kalau saat ini justru penggunaan bahasa falsafah ini sedikit menjadi kendala. Meski begitu, untuk percakapannya lebih sering menggunakan bahasa Jawa Ngoko. Ini karena bahasa ini yang sering digunakan dalam keseharian rakyat kecil,” kata Kusumo.
Sesepuh kesenian Srandul Bidah Trisno Sudarmo menambahkan ciri khas lain dari kesenian ini adalah setiap paraga atau pemain diwajibkan bisa segalanya. Bidah mengistilahkan kemampuan ini dengan tembung, tembang dan tari. “Setiap paraga wajib menguasai ketiga unsur ini karena sesuai pakem asli dari kesenian Srandul itu sendiri,” tutur Bidah. (dwi/ila)
Lainnya
Terbaru

Sandiaga Uno Sebut Fashion di Pantai Layak Diangkat jadi Even Nasional

Kota Jogja Mencekam, Tawuran Warga Terjadi di Seputaran Ruas Arteri Kota

Gaya Pakaian Disorot Netizen, Endah Subekti Tanggapi secara Diplomatis

Sandiaga Uno Sebut Fashion di Pantai Layak Diangkat jadi Even Nasional

Kota Jogja Mencekam, Tawuran Warga Terjadi di Seputaran Ruas Arteri Kota

Gaya Pakaian Disorot Netizen, Endah Subekti Tanggapi secara Diplomatis

Kirab Waisak Berlangsung Meriah

Malam Mingguan di Malioboro, Jokowi Bagi-Bagi Amplop ke Pedagang Asongan

Jalan-Jalan di Malioboro, Jokowi Ajak Swafoto Warga dan Wisatawan

War Tiket Indonesia vs Argentina Mulai 5 Juni, Bisa Bayar Pakai BRImo!

Prawiro Burger Jawa Berbahan Dasar Nabati

Bangga Berangkatkan Umrah Orang Tua

Miliki Fungsi Komunikasi, Sosial hingga Politik
