RADAR JOGJA – Sementara itu Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Koentjoro menyebut pembunuhan dengan cara memutilasi korbannya seperti yang dilakukan dalam kasus di Pakem, Sleman ini merupakan tidak kejahatan sadisme. Jika saat diinterogasi pelaku tidak menunjukkan ekspresi bersalah, ada indikasi yang mengarah ke gangguan kepribadian antisosial, psikopat.

“Kalau saya melihat dari video yang beredar, caranya pelaku menjawab saat dimintai keterangan dengan muka lantang, tidak gelo (tidak ada rasa kekecewaan, Red), menjawab semuanya dengan runtut ketika ditanya, itu mengacu ke psikologis arahnya bisa ke psikopat,” kata Koen.

Menurutnya, melihat ekspresi korban dari video pelaku viral itu menampakkan adanya ketidakpahaman akan penyesalan. Dan jika mengacu pada tidakan, pelaku ceroboh dan menjalankan aksinya tanpa perhitungan.

Pertama, terlilit hutang namun malah mengajak perempuan ke penginapan. Kenapa sasaran tersebut korban inisial AI, bukan lainnya. Lalu jika dilihat dari barang bukti pelaku, sudah ada bukti perencanaan pembunuhan. “Menurut saya juga karena kebodohan dan kebingungan pelaku. Sehingga menghentikan aksinya dengan meninggalkan korban di penginapan tersebut,” kata dia.

Pembunuhan terencana ini, kata dia, pelaku belum mempunyai pengalaman untuk membunuh seperti itu. “Sehingga kalau dia sadis mengalami gangguan psikologis gejalanya bisa tetapi atau perlu pemeriksaan lebih lanjut,” tambahnya.

Dikatakan, psikopat dapat disebabkan oleh kelainan hormonal. Hal ini bisa terjadi sewaktu-waktu. “Salah satu cirinya, psikopat tidak tahu dosa dan bersalah,” bebernya.

Sekadar diketahui, sebelum kabur dari mess kerjanya, pelaku sempat menuliskan surat penyesalan. Berisi, permintaan maaf dan menuliskan ungkapan perpisahan. Serta berjanji akan melunasi hutang. Menurutnya perbuatan yang dilakukannya karena gengsi dan sebuah kebohongan. (mel/din)

Jogja Raya