
RAPAT : GUBERNUR DIJ HB X saat memimpin High Level Meeting Tim TPID DIJ di Hotel Royal Ambarrukmo Jogjakarta, BABU (15/3). (PEMPROV DIJ for RADAR JOGJA)
RADAR JOGJA – Komoditas bawang putih, cabai bahkan telur disinyalir mampu mempengaruhi inflasi yang berkaitan erat dengan kemiskinan. Oleh karena itu Gubernur Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ) Hamengku Buwono X (HB X) berupaya mengubah strategi pengendalian inflasi. Fokusnya melalui level pasar-pasar kecil di Kalurahan dari awalnya pasar induk.
Imbauan ini disampaikan HB X kepada para Bupati dan Wali Kota se-Jogjakarta serta jajaran OPD pada saat memimpin High Level Meeting Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) DIJ. Berdasarkan hasil rilis BPS, inflasi Jogjakarta pada Februari 2023 tercatat 0,27 persen month to month. Dengan capaian ini, inflasi tahunan Jogjakarta berada pada level 6,28 persen year on year.
HB X mengatakan jumlah ini perlu ditekan agar tidak meningkatkan angka kemiskinan di Jogjakarta. Terutama yang disebabkan oleh penurunan daya beli masyarakat. Ini karena angka 6,28 persen tergolon sangat tinggi dan harus segera ditangani dengan strategi baru.
“Jangan lagi misalnya untuk jual beras murah hanya di pasar besar. Ya nanti dibeli pedagang juga gitu loh. Jadi akhirnya nggak ada artinya gitu karena bukan dibeli masyarakat langsung. Kalau di pasar kecil beda lagi, pasti lebih tepat sasaran,” jelasnya di Hotel Royal Ambarrukmo Jogjakarta, Rabu (15/3).
Guna mengatasi inflasi HB X mendorong para pimpinan daerah untuk lebih ringan tangan mengucurkan dana. Bahkan tercetus untuk membeli panenan penduduk dan kemudian menjual langsung pada masyarakat. Teknik pemasaran ini tanpa melalui pedagang besar atau tengkulak.
“Apabila melewati tengkulak, maka yang diuntungkan bukan masyarakat atau pedagang kecil, tapi justru tengkulak karena bisa mengambil barang murah, dengan harga jual tinggi,” katanya.
HB X sedari awal sudah berkomitmen membantu ongkos kirim pula. Tentu hal ini sangat menguntungkan bagi pedagang kecil. Untuk bisa memperoleh barang murah, tanpa ongkos kirim, sehingga bisa bisa dijual lebih murah.
Stratehi diharapkan mampu meningkatkan daya beli masyarakat. Namun HB X berpesan agar komoditas-komoditas tersebut jangan hanya didistribusikan ke pasar besar. Namun lebih kepada pasar kecil di Kecamatan dan Kalurahan.
“Pengalaman dari Beringharjo itu inflasinya tidak bisa kita pegang karena dari Kranggan harga cabai saja sudah berbeda, ada Rp 32 ribu, ada Rp 30 ribu tergantung lokasi. Jadi jualan di pasar itu kalau posisinya beda, harganya sudah berbeda, sehingga menimbulkan inflasi,” ujarnya.
HB X memaparkan strategi yang lama bukanlah solusi untuk mendongkrak daya beli masyarakat. Menurutnya, ketika nanti barang sampai di pasar kecil, masyarakat akan mendapati harga yang tidak terjangkau lagi.
Operasi di pasar-pasar besar, lanjutnya, bukan memecahkan permasalahan inflasi. Sebaliknya justru memberikan keuntungan lebih pada pedagang besar. Selain itu juga mengakibatkan program tidak berjalan sesuai rencana.
“Namun perlu diingat pula, hati-hati menetapkan kebijakan. Jangan pas petani panen raya lalu kita menggencarkan operasi pasar. Kalau seperti itu sama saja membuat petani menjadi rugi dan timbul kasus kemiskinan baru,” pesannya.
Mendekati Ramadan dan Idul Fitri, HB X tak menampik akan terjadi inflasi. Kondisi ini menurutnya wajar setiap tahunya. Namun bukan berarti pasrah dan tidak menerapkan strategi penanganan.
“Yang terpenting menurutnya, harga stabil, barang tersedia, pasokan aman dan daya beli masyarakat juga bisa terpenuhi,” ujarnya. (Dwi)