
TUNUTUT : Aksi unjuk rasa mahasiswa UGM Jogjakarta di Balairung UGM terkait uang pangkal, Senin (13/3). (DWI AGUS/RADAR JOGJA)
RADAR JOGJA – Ratusan mahasiswa UGM menggelar aksi protes terkait uang pangkal. Tuntutannya berupa peniadaan uang pungutan tersebut kepada mahasiswa baru. Selain itu juga keterlibatan mahasiswa dalam penyusunan kebijakan.
Aksi yang berlangsung di Balairung UGM ini diikuti oleh mahasiswa lintas Fakultas. Tuntutannya sama berupa penghapusan skema uang pangkal. Tujuannya agar tidak memberatkan bagi mahasiswa khususnya jalur mandiri dengan ekonomi pas-pasan.
“Pertama kami sungguh kaget karena dalam penetapan kebijakan tersebut tidak pernah ada keterlibatan mahasiswa, baru tadi di depan ada uang pangkal itu sendiri,” jelas salah seorang peserta aksi Pandu Wisesa ditemui seusai aksi, Senin (13/3).
Aksi ditemui langsung oleh jajaran Rektorat UGM. Proses tanya jawab berlangsung secara terbuka hingga sore hari. Terutama tentang tuntuan uang pangkal bagi mahasiswa baru UGM Jogjakarta.
Para mahasiswa, lanjutnya, meminta pihak kampus mengkaji ulang. Terutama atas penerapan yang pangkal atas keberlangsung pendidikan. Agar tak melukai semangat dalam mengenyam pendidikan di UGM.
“Agar dalam kebijakan SSPU dari awal sampai akhir pelaksanaan dan perencana ada peninjauan kembali ikut dilibatkan, karena kebijakan ini berdampak pada mahasiswa,” katanya.
Pandu membeberkan ada skema tidak terbuka. Terbukti dari penerapan yang berbeda-beda untuk setiap Fakultas. Terutama untuk mengakses informasi terkait penerapan uang pangkal.
“Itu masih banyak kejanggalan, dan penerapan di setiap fakultas beda. Ada yang terbuka transparan melibatkan mahasiswa dan ada yang tertutup, apalagi ada kebijakan SSPU dengan janji dilibatkan, wong yang UKT belum dilibatkan,” kisahnya.
Dia mengaku tidak puas dengan jawaban pihak Rektorat UGM. Menganggap bahwa mahasiswa tidak memahami kebijakan yang berlaku. Bahkan tidak menjawab tuntutan terkait penerapan uang pangkal di UGM.
“Enggak puas dengan penjelasan tadi, jawabannya berbelit-belit, aku pribadi seperti diceramahi bahwasanya kami mahasiswa tidak tahu apa-apa, dijelaskan dari nol sampai 100 kami sudah punya policy brief dan kajian apakah itu tidak dibaca,” ujarnya.
Walau begitu para mahasiswa juga memahami tuntutan ini tidak sepenuhnya bisa terwujud. Pandu menuturkan skema uang pangkal adalah bagian dari kebijakan PTN-BH. Sehingga juga muncuk tuntutan adanyaa evaluasi untuk kebijakan pemerintah pusat tersebut.
“Konkritnya minta dihapus uang pangkal, itu jelas, mau enggak mau dihapus tapi kami sadar betul uang pangkal konsekuensi dari PTN-BH. Kami rencana inginnya kami ke atas juga, untuk mengevaluasi PTN-BH itu sendiri sehingga tidak ada kebijakan uang pangkal ini sendiri,” katanya.
Rektor UGM Ova Emilia menuturkan tidak semua mahasiswa UGM wajib membayar yang pangkal. Skema ini hanya berlaku untuk 10 persen dari total mahasiswa baru. Khususnya yang diterima melalui jalur mandiri.
Kebijakan ini tidak berlaku bagi mahasiswa tidak mampu. Khusunya yang masuk melalui jalur mandiri. Sehingga kewajiban membayar tidak dibebankan kepada seluruh mahasiswa.
“Orang bisa DO gara – gara enggak punya uang. Andai ada, tolong sampaikan kami bantu,” ujarnya. (dwi)