RADAR JOGJA – BPPTKG Jogjakarta menerbitkan hasil survei tim drone pasca erupsi Gunung Merapi. Hasilnya berupa tampilan visual riil jarak luncuran awan panas guguran. Terjauh mencapai 3,7 kilometer dari puncak Gunung Merapi.
Kepala BPPTKG Agus Budi Santoso menuturkan pemantauan berlangsung selama dua hari. Tepatnya Sabtu (11/3) dan Minggu (12/3) atas sejumlah kejadian awan panas guguran. Pemantauan udara ini menyasar kawasan Barat Daya atau hulu Kali Bebeng dan Kali Krasak.
“Ujung luncuran awan panas guguran teramati di sisi barat daya di alur Kali Bebeng. Berdasarkan pantauan foto udara menggunakan drone, jarak luncur awan panas guguran kali ini mencapi 3,7 kilometer dari puncak Gunung Merapi,” jelasnya dalam keterangan tertulisnya, Senin (13/3).
Agus turut menyampaikan data pemantauan BPPTKG. Total awan panas guguran selama dua hari mencapai 60 kejadian. Dengan kejadian terbanyak pada hari pertama atau Sabtu (11/3). Seluruhnya meluncur ke arah Barat Daya.
“Hingga saat ini, Senin (13/3) tercatat 60 kejadian awan panas guguran di Gunung Merapi,” katanya.
Pasca rangkaian awan panas guguran ini, pihaknya menerbtitkan zona bahaya. Setiap wilayah memiliki zona yang berbeda-beda. Baik untuk sisi Barat Daya maupun Tenggara.
Terdiri dari zona bahaya Kali Woro dengan radius 3 kilometer dari puncak. Lalu untuk Kali Gendol dan Kali Boyong sejauh 5 kilometer dari puncak. Adapula radius 7 kilometer untuk Kali Bedog, Kali Krasak dan Kali Bebeng.
“Sedangkan lontaran material vulkanik jika terjadi erupsi eksplosif dapat menjangkau radius 3 kilometer dari puncak Merapi,” katanya.
Seiring dengan musim hujan yang masih terjadi, BPPTKG juga menerbitkan imbauan. Khususnya kepada wilayah yang berbatasan langsung dengan zona bahaya erupsi Baik untuk wilayah Jogjakarta maupun Jawa Tengah.
“Potensi bahaya berupa lahar terutama saat terjadi hujan di puncak Merapi. Ini perlu diantisipasi jika intensitas hujan di kawasan puncak tinggi,” ujarnya. (Dwi)