RADAR JOGJA – Kekosongan sejumlah posisi penting di Pemprov DIJ, khususnya di lingkungan sekretariat provinsi (setprov) seperti Sekprov dan asisten Sekprov, mestinya bisa diantisipasi sejak dini. Kejadian tersebut seolah-olah mengulang sejarah 25 tahun silam. Tepatnya menjelang Penjabat Gubernur DIJ Paku Alam VIII meninggal dunia pada 11 September 1998.

“Saat itu DIJ juga tidak memiliki Sekprov definitif. Sejak 1997 jabatan Sekprov dijalankan oleh pelaksana harian (Plh). Kondisinya seperti yang terjadi hari-hari ini,” ungkap anggota DPRD DIJ Arif Setiadi kemarin (7/3).

Dikatakan, di masa Orde Baru jabatan Sekprov disebut sekretaris wilayah daerah (Sekwilda). Pejabat lama Suprastowo terpilih sebagai pimpinan DPRD DIJ periode 1997-1999. Untuk mengisi kursi yang ditinggalkan Suprastowo, Paku Alam VIII menunjuk Soebekti Soenarto sebagai Plh Sekwilda DIJ. Jabatan sehari-hari Soebekti adalah asisten perekonomian dan pembangunan. Sebelumnya Soebekti pernah menjadi bupati Gunungkidul, daerah pemilihan (dapil) yang diwakili Arif.

“Sekarang pengalaman Plh Sekwilda Soebekti Soenarto diulang dengan penunjukan Plh Sekprov Wiyos Santoso,” ucap alumnus Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM ini.

Tak hanya Sekwilda dijalankan Plh. Dari catatan Arif, setelah Paku Alam VIII wafat, DIJ benar-benar mengalami kekosongan kepemimpinan. Sebab, Sekwilda kosong dan posisi gubernur serta wakil gubernur belum diisi.
Setelah Gubernur DIJ Hamengku Buwono IX meninggal pada 3 Oktober 1988, pemerintah pusat tidak langsung menunjuk Hamengku Buwono X sebagai gubernur. Namun menetapkan Paku Alam VIII sebagai penjabat gubernur dengan sebutan sehari-hari gubernur. Sedangkan posisi wakil gubernur dibiarkan kosong.

Paku Alam VIII wafat pada 11 September 1998. Gubernur definitif saat itu belum ditetapkan. Saat itu tiga posisi strategis pemprov benar-benar lowong. DIJ tidak memiliki gubernur, wakil gubernur dan Sekprov definitif.
Tiga posisi tersebut dijalankan Plh Sekwilda Soebekti Soenarto. Kekosongan itu berlangsung hingga 3 Oktober 1998 saat Hamengku Buwono X dilantik Presiden BJ Habibie sebagai gubernur DIJ menggantikan Paku Alam VIII. Soebekti baru melepaskan jabatan Plh pada 2000. Dia digantikan mantan Kepala Kanwil Pekerjaan Umum (PU) DIJ Bambang Susanto Priyohadi (BSP) yang dipilih sebagai Sekprov pertama yang mendampingi era kepemimpinan HB X.

“Hari ini dalam kejadian berbeda, ada epat jabatan teras kosong. Pemprov tidak punya Sekprov definitif ditambah tiga asistennya dijalankan Plh dan Plt,” sesalnya. Tiga asisten itu meliputi asisten pemerintahan dan administrasi umum yang dijalankan Kepala Bappeda Beny Suharsono. Statusnya sebagai pejabat Plh. Demikian pula dengan asisten perekonomian dan pembangunan dirangkap Kepala BPKA Wiyos Santoso. Sedangkan asisten sumber daya pemberdayaan masyarakat didobel Paniradya Pati Kaistimewaan Aris Eko Nugroho. Statusnya sebagai pelaksana tugas (Plt).

Arif mengingatkan kekosongan jabatan Sekprov yang lowong karena ditinggal pensiun bukan terjadi pada 2023 ini saja. Kejadiannya berlangsung sejak 2011 lalu. Setiap suksesi Sekprov terus terulang dan diulang. Sebelum ada Sekprov definitif selalu diisi Plt, Plh atau Pj. “Satu-satunya suksesi Sekprov tanpa didahului dengan pejabat sementara baru terjadi sekali saat BSP digantikan Tri Harjun Ismaji pada 6 September 2006,” paparnya panjang lebar.

Setelah Tri Harjun ada Plt Sekprov Ichsanuri yang kemudian menjadi Sekprov definitif pada 2011. Ichsanuri menjabat hingga 2016. Dia digantikan Gatot Saptadi pada 2017. Selama setahun 2016-2017, Pj Sekprov dijalankan Rani Sjamsinarsi dan Sulistiyo. Ketika Gatot Saptadi pensiun Oktober 2019, tidak langsung digantikan Kadarmanta Baskara Aji (KBA).

Selama sebulan antara Oktober-November 2019, diisi Pj Sekprov Arofah Noor Andriani. KBA diangkat sebagai Sekprov definitif pada 6 November 2019. Kini saat KBA pensiun, lagi-lagi pemprov belum bisa menetapkan Sekprov definitif. Posisi Sekprov dijalankan Plh Sekprov Wiyos Santoso.

“Bagaimana pemprov akan bicara lebih jauh soal RPJMD maupun pengentasan kemiskinan kalau mengisi struktur jabatan saja kedodoran. Setiap tahun masih hobi memelihara tradisi Plt dan Plh,” sindir Arif.

Di bagian lain, setelah seminggu berstatus sebagai Plh Sekprov, posisi Wiyos pagi ini Rabu (8/3) bakal dimantapkan. Alumni STIE YKPN itu bakal dilantik dan diambil sumpah sebagai Penjabat (Pj) Sekprov. Acara berlangsung di Gedhong Pracimasana Kepatihan. Pelantikan dilakukan Gubernur DIJ Hamengku Buwono X.

Sebelum melantik Wiyos, masih dalam rangkaian seleksi Sekprov, HB X telah menguji tiga calon Sekprov yang lolos tiga besar. Mereka adalah Kepala Dinas Pariwisata Singgih Raharjo, Kepala Bappeda Beny Suharsono serta Assekprov Perekonomian dan Pembangunan Tri Saktiyana.
Uji kepatutan dan kelayakan itu berlangsung di Gadri yang berada di kompleks ruang gubernur. Tiga calon diuji masing-masing selama 30 menit. Setiap calon menyampaikan presentasi di depan HB X.

“Saya lebih banyak diajak diskusi bagaimana langkah dan kebijakan yang bisa diambil jika dirinya terpilih sebagai Sekprov,” tutur Singgih saat keluar dari Ruang Gadri. Alumnus FH UII itu mengatakan figur Sekprov harus mampu menjalin komunikasi yang baik dengan semua pihak. Tidak hanya atasan, namun juga bisa membangun sinergi antarorganisasi perangkat daerah (OPD).
“Sekprov adalah jembatan antara gubernur dengan kepala-kepala OPD, DPRD dan pemerintah pusat,” ceritanya. Singgih kemudian mengutip pesan gubernur. Yakni menjadi Sekprov harus melakukan yang terbaik. “Menjaga komunikasi adalah hal yang sangat penting,” katanya mengutip nasihat raja Keraton Jogja itu.

Sedangkan Beny lebih banyak mengupas pembangunan DIJ ke depan. Mantan Paniradya Kaistimewaan DIJ itu berkomitmen menyelesaikan tiga pekerjaan rumah (PR) terbesar. “Kemiskinan ekstrem yang harus nol di 2024, makin turunnya ketimpangan penduduk antarwilayah, stunting dan soal lingkungan seperti sampah dan layanan air,” bebernya.

Dia memastikan upaya mewujudkan wilayah selatan lebih maju tanpa meninggalkan utara. Reformasi kelurahan, pemanfaatan teknologi informasi mendukung percepatan pembangunan dan meningkatkan budaya inovasi. Ketiga hal itu secepatnya direalisasikan bila Beny mendapatkan amanah danm kepercayaan sebagai Sekprov.

Giliran ketiga Tri Sakti. Pj bupati Kulonprogo ini tak banyak memberikan keterangan. Dia berjanji bila terpilih sungguh-sungguh membantu, mengawal dan mewujudkan visi misi Gubernur DIJ 2022-2027. “Itu tugas Sekprov yang utama,” katanya. (lan/kus/laz)

Jogja Raya