RADAR JOGJA – Tidak sedikit ruas jalan di DIJ yang mengalami kerusakan, mulai ringan, sedang hingga rusak parah. Masyarakat, khususnya pengguna jalan pun mengeluhkan kondisi ini, karena sering menimbulkan kecelakaan yang berakibat fatal. Mengapa tak segera diperbaiki, apa tanggapan dinas terkait dan pandangan pengamat dengan “wisata seribu lubang” ini?

DAMPAK buruk kerusakan ruas jalan Patuk-Dlingo di Bantul begitu dirasakan masyarakat sekitar. Khususnya yang berprofesi sebagai pelaku wisata. Bahkan karena tak kunjung ada perbaikan, warga pun harus rela memperbaiki jalan rusak itu secara swadaya.

Tokoh masyarakat Dlingo Purwo Harsono mengatakan, ruas jalan Patuk-Dlingo merupakan salah satu akses utama menuju kawasan wisata di Dlingo dan Mangunan. Dengan jalan yang rusak, mempersulit warga maupun wisatawan yang akan menuju kawasan wisata tersebut.

Pria yang akrab disapa Ipung ini mengungkapkan, ruas jalan yang rusak juga tergolong cukup panjang. Namun yang paling parah ada sekitar tiga kilometer. Dengan bentuk kerusakan berupa jalan berlubang dan becek karena air hujan.
“Untuk kerusakan yang paling berat, mulai depan Watu Amben sampai Gunung Mungker,” ungkap Ipung saat dikonfirmasi Radar Jogja kemarin (5/3).

Menurutnya, sebagian wisatawan yang datang ke Dlingo-Mangunan juga banyak yang mengeluh atas kondisi ini. Khususnya yang menggunakan kendaraan pribadi seperti mobil atau travel. Lantaran kondisinya bergelombang dan kurang nyaman dilintasi berbagai jenis kendaraan.

“Kondisi jalan rusak secara otomatis akan berdampak pada kenyamanan warga dan wisatawan. Apalagi kan cukup panjang jalan yang rusak,” tambahnya.
Ipung yang juga ketua Koperasi Notowono Bantul ini mengungkapkan, tindak lanjut perbaikan ruas jalan rusak oleh pemerintah tergolong cukup lama. Sehingga masyarakat harus melakukan perbaikan secara swadaya di ruas jalan Patuk-Dlingo itu.

Upaya perbaikan yang dilakukan dengan cara gotong royong menggunakan alat dan material seadanya. Kegiatan perbaikan sudah dilakukan berkali-kali. Sebab ketika kendaraan besar seperti bus melintas, maka jalan itu akan rusak kembali. “Informasinya dalam waktu dekat akan ada perbaikan jalan rusak oleh Pemprov DIJ. Ya, semoga segera terealisasi,” tandasnya.

Di Kabupaten Sleman, konisi serupa juga terjadi. Sejumlah jalan dalam keadaan rusak dan bergelombang sehingga butuh peremajaan. Hal ini dikeluhkan para pengguna jalan, karena berpotensi membahayakan.

Jaya Suryana, 38, warga Godean, Sleman, menyebut, beberapa ruas jalan perlu ditingkatkan. Seperti Jalan Godean ke arah Kulonprogo. Kondisi jalan muncul retakan dan berlubang.

Persisnya, Pasar Godean yang saat ini sedang direvitalisasi ke arah barat. Jalan rusak kerap ditemukan. Diperparah jalan yang menuju perempatan Moyudan. Di sisi utara badan jalan banyak retakan di antara aspal dengan penutup lubang drainase.

“Retakan itu dalam dan lumayan panjang. Bahkan membentang kira-kira sepertiga badan,” ungkap Jaya kepada Radar Jogja kemarin (5/3).
Adanya retakan itu, pemotor kerap memilih melaju ke bagian tengah, mendekati garis marka. Sehingga posisi pemotor cenderung dekat dan rawan bersinggungan dengan kendaraan lain dari arah berlawanan.

“Demi menghindari kubangan-kubangan itu, pemotor memilih jalan yang halus. Meskipun sama-sama ada risiko, pilih melintas di jalan retak atau jalan halus,” katanya.

Akibat kerusakan itu, jalanan yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi, disebutnya terasa semakin sempit. “Pengguna kendaraan harus jeli dan berhati-hati jika melewati retakan tersebut,” bebernya.

Apalagi saat hujan turun, retakan dan jalan berlubang tertutup air. Hal ini berpotensi menimbulkan kecelakaan. “Di sini termasuk sering orang jatuh saat berkendara. Karena jika hujan ada titik jalan yang tertutup air, pengguna jalan tak menyadari di lokasi itu ada genangan sehingga terjatuh,” katanya.

Hal senada dikeluhkan goweser asal Mlati, Purwantoro. Dikatakan, pemerintah mulai meningkatkan akses jalan. Namun peningkatan dan rehabilitasi jalan perlu diprioritaskan tiap tahunnya. Sebab, akses jalan menjadi kepentingan bersama dan kebutuhan penting demi kelancaran di semua sektor.
“Di Sleman barat masih banyak dijumpai jalan halus namun bergelombang. Jika tak kenal medan, berpotensi kecelakaan,” bebernya.

Dia mencontohkan dari Moyudan ke utara arah Minggir. Sekilas tampak halus dan bergelombang. Tepatnya depan Kapanewon Moyudan ke utara. Kemudian juga di ruas jalan dekat Selokan Mataram yang menghubungkan Minggir dengan Tempel.

Demikian juga di Banyurejo (Tempel) ke arah Seyegan. “Kondisi jalannya berlubang, harus hafal medan,” ungkapnya.
Warga di sekitar jalan yang rusak pun protes dengan memasang banyak spanduk. Isinya, mulai sindiran kepada pihak-pihak terkait hingga tuntutan agar jalan tersebut segera diperbaiki karena sudah sering terjadi kecelakaan.

Kerusakan juga terjadi di jalan menuju objek wisata. Di Jalan Kaliurang wilayah Pakem misalnya, meski tampak mulus dan beberapa kali dilakukan penambalan, jalan berlubang mulai bermunculan. Pengguna jalan Sintia menduga, jalan mudah rusak lantaran tingginya beban.

Jalan Kaliurang menjadi akses utama wisata, bus besar, truk penambang pasir, serta jip wisata. Menurutnya, jalan ini perlu perhatian khusus. “Kalau tergenang air sih enggak ya, cuma kalau pas turun hujan, jalanan licin, kena lubangan pula,” ungkap warga Pakem ini.

Disebutkan, beberapa jalan butuh peningkatan, misalnya di Glagaharjo, Cangkringan ke arah Klangon, kemudian wilayah Turi. “Terutama akses utama warga di sekitar lereng Merapi. Saya rasa masih banyak yang perlu ditingkatkan. Paling tidak untuk jaga-jaga sewaktu-waktu erupsi Merapi. Siapa tahu jalanan baik, kunjungan wisatawan makin banyak,” ujarnya. (inu/mel/laz)

Jogja Raya