RADAR JOGJA – Musik hip hop atau acap dikenal sebagai musik rap dalam beberapa waktu terakhir ini cukup digandrungi. Tak terkecuali di Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ). Mulai dikenal pascalagu Jogja Istimewa dari Jogja Hiphop Foundation (JHF) populer. Hal itu dikemukakan oleh Heri Machan dari pandangan pengamat musik.
Menurutnya, grup rapper yang digawangi Mohammad Marzuki itu, khas dengan penyampaian pesan tentang situasi sosial di Jogja kala itu. Dari ketenaran JHF, lanjut Heri, grup musik hip-hop dengan nuansa kearifan lokal mulai banyak bermunculan. Beberapa di antaranya juga memasukkan ornamen bunyi-bunyian instrumen dengan tangga nada pentatonik dan lirik berbahasa Jawa.
“Jadi ada semacam semangat Jawanisasi dalam skena musik kita, dan pilihan beat hip hop serta dangdut mungkin yang paling match (cocok) dengan kultur kita,” ujar Heri kepada Radar Jogja kemarin (24/2).
Ngetrennya musik hip-hop berbahasa Jawa itu, menurut Heri, nuansanya juga hampir bersamaan dengan tren musik campursari dan dangdut koplo saat ini. Sehingga hip hop berbahasa Jawa juga banyak dikenal oleh masyarakat luas dari berbagai kalangan.
Namun di samping dengan berkembangnya musik hip-hop berbahasa Jawa, beberapa musisi asal Jogjakarta juga mengembangkan membuat lirik berbahasa Indonesia. Dengan harapan agar bisa lebih universal dan gampang dipahami. Beberapa di antaranya juga mengusung lirik dengan nuansa percintaan. “Selebihnya hip hop sebagai bentuk pilihan beat yang menawarkan karya-karya lagu baru, dengan tema lirik yang sama yang cenderung lirik tentang cinta,” beber Heri.
Diketahui, musik hip hop sendiri pertama kali dikenalkan oleh masyarakat Afro Amerika dan Latin Amerika sekitar 1970. Aliran musik tersebut kental dengan cara menyanyi cepat atau rap dan alunan musik dari disc jockey (DJ) yang berbentuk beat. (inu/eno)