RADAR JOGJA – Kota Jogja dapat pasokan 13 ton MinyaKita dari Kementerian Perdagangan (Kemendag). Pasokan sudah didistribusikan ke empat pasar di Kota Pelajar. Kota Jogja juga dapat suplai tambahan 60 ton.

Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Jogja Veronica Ambar Ismuwardani mengatakan, 13 ton MinyaKita hasil dari sidak Kemendag itu selanjutnya akan didistribusikan ke Beringharjo, Kranggan, Demangan, dan Prawirotaman. “Satu pasar sementara 10 pedagang. Satu pedagang mendapat tujuh karton per minggu,” ungkapnya saat diwawancarai di Pasar Beringharjo, kemarin (16/4).

Ambar menjelaskan, kelangkaan MinyaKita membuatnya harus menerapkan pembatasan. Konsumen hanya boleh membeli dua botol atau dua liter per hari. Jadi pedagang atau pengecer tidak diperkenankan membeli. “Ini akan terus berkelanjutan,” sebutnya.

Ia juga mengungkap Kemendag pun menambah pasokan MinyaKita bagi Kota Jogja. Suplai sebesar 60 ton. Sehingga distribusi MinyaKita akan ditambah. “(Selain empat pasar yang sudah disebut, Red) akan ditambah ke Pasar Sentul dan Pasar Lempuyangan,” ucapnya.

Ambar berencana pula menambah jumlah sebaran pedagang di pasar. Tidak hanya terbatas 10 pedagang. “Harapannya masyarakat lebih mudah mendapat MinyaKita sesuai HET. Segoro Amarto juga akan jadi acuan pedagang untuk menjual barang, terutama minyak goreng,” lontarnya.

Turut ditekankan, pedagang yang mendapat pasokan MinyaKita sudah terverifikasi. Mereka wajib melampirkan KTP, NPWP, dan membuat pakta integritas. “Pedagang harus menjual barang atau minyak goreng sesuai HET 14 ribu per liter,” tegasnya.

Subaniat, Ketua Paguyuban Pedagang Beringharjo Tengah, mengungkap MinyaKita mulai langka sekitar 3-4 bulan lalu. “Kami nggak tahu alasannya apa, tapi nggak ada barang. Sekarang ada, satu minggu sekali dapat tujuh krat. Karena dijual murah saya lakukan,” sebutnya.

Dia bersyukur jadi salah satu pedagang yang terverifikasi Disdag Kota Jogja. Sebab hanya tiga pedagang di Beringharjo tengah yang mendapatkan kesempatan ini. “Dapat tujuh krat isi 12. Jadi dapat 84 liter per minggu. Harus jual 14 ribu. Dari sana mungkin Rp 12.600,” ujarnya.

Pedagang Beringharjo sejak 1992 ini menyebut, keunggulan MinyaKita banyak dicari pelanggan. Sebab harganya paling murah. “Saya juga jual merek lain, tapi hargaya Rp 17 ribu per liter. Harapan ke depan, Indonesia banyak sawit. Mohon diperjuangkan, agar rakyat tidak dibebani harga minyak yang mahal,” pesannya.

Klaim Tak Ada Penimbunan

Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Hubungan Antarlembaga, Syailendra mengklaim tidak ada penimbunan MinyaKita. Dia menuding, keterbatasan stok terjadi akibat distribusi yang terhambat.

“Ada produksi Desember, tapi harusnya segera didistribusikan. Tapi sampai Januari ternyata belum. Maka kami minta didistribusikan. Kalau dua bulan disimpan, jadi buruk,” ujar Syailendra kepada wartawan dalam kunjungannya ke Pasar Beringharjo, kemarin (16/2).

Padahal, dalam sidak itu, Syailendra dan timnya menemukan sebanyak 505 ton MinyaKita. Maka dalam kesempatan itu dia meminta minyak didistribusikan ke lima daerah. “Kami minta didistribusikan ke Banten, Jabar, Jateng, Jogja, dan Jatim,” sebutnya.

Syailendra juga berdalih, langkanya MinyaKita dikarenakan mayoritas produksinya jadi curah. “Stoknya 2 November 2022, sebanyak 92 persen dari 300 ribu (jadi minyak curah, Red),” ucapnya. Dia pun menambahkan, kelangkaan diakibatkan jalur distribusi bahan terhambat.

“Januari, cek Jatim, ada larangan berlayar selama dua minggu. Jaringan (bahan baku MinyaKita, Red) dari Kalimantan. Kalau Jakarta dan Karawang dari Sumatera. Jadi ada gangguan cuaca tapi nggak lama,” katanya.

Terpisah, distributor sembako Rengga Putra justru bingung dengan sistem yang diterapkan pemerintah. Sebab ia menemukan sendiri ada kasus penimbunan MinyaKita. “Kasus timbun-menimbun, Januari sama awal Februari, kantorku masih dapat dari pabrik 2.200 karton,” cecarnya.

Sebanyak 2.200 karton MinyaKita didistribusikan Rengga ke tiga area. Mulai dari Jogja, Klaten-Solo, dan Magelang. “Makanya kan geger, aku dua kali didatangi Kemendag,” ungkapnya.

Rengga mengaku tak paham tentang sistem pengambilan MinyaKita ke pabrik. Sepengetahuannya, hanyalah sistemnya sulit. “Susah syarat-syaratnya dan ketersediaan stoknya yang nggak memungkinkan sih kelihatannya,” ujarnya.
Sistem pasokkan MinyaKita yang sulit ini, jadi tanda tanya bagi Rengga. Sebab di pasar, dia justru menemukan pedagang yang mendapat MinyaKita dengan harga tinggi. “Kami menjual Rp 12.600. Percuma. Di lapangan, pedagang menjual seharga Rp 15 ribu – Rp 16 ribu,” bebernya.

Penjualan dengan harga tinggi jadi pemahaman Rengga. Sebab, pedagang mendapat pasokan MinyaKita dengan harga Rp 188 ribu per krat. Jika dibandingkan, kantor Rengga hanya menjual dengan harga Rp 150 ribu per krat. “Jadi mau nggak mau penjual menaikkan harga. Itu serba ribet,” ketusnya. (fat/laz)

Jogja Raya