
SAJIAN KHAS: Sejumlah pemuda tengah menikmati suasana dan hidangan di Pasar Kranggan kemarin (16/1).(SITI FATIMAH/RADAR JOGJA)
RADAR JOGJA – Ada hidden gem atau sesuatu (wisata, Red) tersembunyi di Pasar Kranggan. Lokasinya kini bahkan menjadi tongkrongan kekinian pemuda di Kota Pelajar. Tepatnya berada di lantai dua pasar yang beralamat di Poncowinatan, Gowongan, Jetis, Kota Jogja atau Jalan Pangeran Diponegoro.
Banny Kuswara merupakan salah satu pelaku kuliner yang bernaung di Pasar Kranggan. Menurutnya ada keunikan tersendiri, dengan membuka kuliner kekinian, di lokasi yang kental dengan tradisionalitas ini. Wadah yang tak biasa dalam melakoni usaha mikro kecil menengah (UMKM). “Karena menu yang kami jual seharusnya tidak di pasar,” ujarnya kepada Radar Jogja diwawancarai kemarin (16/1).
Pemuda 29 tahun merupakan pemilik Djaya Koeah, Bake Me to The Moon, Mekar Makmoer, dan You and Mie. Menu yang dijualnya merupakan olahan khusus dengan penyajian terkontrol yang apik. “Di sini (pelaku kuliner di Pasar Kranggan lantai dua, Red) sebetulnya pebisnis lama. Beberapa chief juga,” ungkapnya.
Banny berharap, ada perubahan stigma pasar rakyat. Melalui konsep unik yang diusung para pelaku kuliner di Pasar Kranggan lantai dua. “Kalau berbicara pasar, pasti ekspektasinya kotor. Kami coba untuk mengubah stigma itu. Jadi pasar bisa dijadikan pusat kuliner kok. Dengan penataan yang baik dan bagus. Ditambah konsep menu yang matang,” paparnya.
Sebagai pemuda, Banny pun mengerti betul suguhan premium dengan suasana pasar rakyat memiliki nilai jual. Terutama untuk menggaet milenial dan generasi Z. “Beda banget, menyuguhkan kuliner kekinian di lokasi yang tradisional,” cetusnya.
Terbukti, sebagian besar pengunjung yang datang memang mencari value yang ditawarkan di Pasar Kranggan lantai dua. Pelanggan bukan hanya menikmati menikmati hidangan yang lezat. Namun sekaligus dapat mengabadikan foto di lokasi dengan aktivitas tradisional. “Lokasinya di ring satu lagi, dekat Tugu Jogja. Orang bisa datang juga sekalian berwisata. Di era 4.0, penjualan digital di sini juga strategis,” jabarnya.
Kendati begitu, Banny tetap merasa butuh perhatian dari pemerintah. Utamanya dalam pemeliharaan pasar. “Kami sebagai penyewa ruko bingung. Ada kerusakan, kami mengeluh ke pengelola tapi mereka tidak mampu,” ujarnya.
Selain itu, Banny merasa membutuh promosi. Ini agar Pasar Kranggan lantai dua makin dikenal. “Kalau ada keterkaitan dengan dinas yang berwenang, kami bisa disambungkan. Entah itu dijadikan pusat wisata kuliner atau kuliner gastronomi nanti kami gali,” tandasnya.
Salah satu pemuda yang mengaku nyaman nongkrong di Pasar Kranggan adalah Oni. Pemuda 24 tahun ini turut mengajak dua orang teman perempuannya. Untuk mencicipi sajian kopi batter yang tidak dijual di coffee shop kekinian. “Karena di sini feeling-nya beda. Di sni jadi lebih classic contemporary,” lontarnya. (fat/din)